
Permaisuri
Jayabaya bernama Dewi Sara, yang darinya lahir Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi
Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya kemudian menurunkan raja-raja tanah
Jawa, dari Kerajaan Majapahit sampai Mataram Islam. Sedangkan Dewi Pramesti
menikah dengan Astradarma, Raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma, Raja
Malawapati.
Tulisan pada gapura di gerbang masuk kedua Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang juga
berbunyi “Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo”. Kata petilasan ‘dikoreksi’
Juru Kunci situs, karena petilasan adalah tempat seseorang pernah tinggal dan
lalu pergi. Sedangkan situs ini tempat ‘muksa’ (lenyap bersama jasad) Joyoboyo,
dan konon jiwanya masih di tempat itu.

Di dalam
pendopo terdapat sebuah prasasti lagi yang cukup besar. Prasasti itu berisi
tulisan yang menceritakan tentang pemugaran situs oleh Keluarga Besar
Hondodento dari Yogyakarta, yang dilakukan pada 22 Februari 1975, dan
diresmikan kemudian pada 17 April 1976.
Pada atap
bagian dalam pendopo terdapat relief Kala tanpa rahang bawah, yang menunjukkan
pengaruh Hindu dari Jawa Tengah. Kala atau Banaspati dari Jawa Timur biasanya
lengkap dengan rahang bawah. Kala adalah dewa penguasa waktu, putera Siwa,
umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci dan penolak kekuatan jahat.

Di depan
kanan Loka Muksa Pamuksan seorang pria tampak tengah tidur di bawah rindang
pepohonan, mungkin sedang tirakat. Yang percaya bahwa situs ini dapat membantu
memperoleh apa yang mereka inginkan, bisa bertirakat di situs ini selama
beberapa hari. Calon pejabat pun ada yang mengalap berkah di situs seluas 1.650
meter persegi ini.
Di dalam
bangunan Loka Muksa terdapat lingga yoni (kelamin pria – wanita, lambang
kesuburan dan kehidupan lahir dan batin) yang menyatu dengan sebuah batu bulat
berlubang yang menyerupai mata yang disebut manik. Tiga lubang pintu di Loka
Muksa melambangkan tiga tahap kehidupan manusia yang dimulai dari lahir,
dewasa, dan mati.
Batu manik
melambangkan kewaskitaan Sri Aji Joyoboyo, memadukan nalar, rasa dan jiwa,
dengan lubang tembus yang menunjukkan kemampuan melihat jauh ke masa depan.
Terletak terpisah di belakang area pamuksan terdapat Loka Makuta, dengan sebuah
bentuk bangunan mahkota raja di bagian tengahnya.
Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dari Keraton Yogyakarta adalah Raja Jawa yang semasa
hidupnya sering berkunjung ke leluhurnya di situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo
Kediri ini untuk berziarah. Ketika datang, HB IX selalu berjalan jongkok dari
pendopo menuju ke Loka Muksa, layaknya tengah menghadap seorang raja yang masih
hidup.
Sri Aji
Joyoboyo adalah Raja Kediri yang memerintah antara 1135-1157. Ia adalah raja
yang berhasil menyatukan kembali Jenggala yang dipisahkan oleh Airlangga, Raja
Kahuripan, pada 1042. Airlangga kemudian turun tahta dan menjadi pendeta dengan
gelar Resi Aji Paduka Mpungku Pinaka Catraning Bhuwana (Prasasti
Gandhakuti, 1042).

ri Aji Joyoboyo terkenal dengan kitab “Jongko Joyoboyo” yang berisi ramalan kejadian di Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai sampai kiamat. Naskah yang didalamnya berisi “Ramalan Joyoboyo” diantaranya adalah Serat Jayabaya Musarar dan Serat Pranitiwakya. Jayabaya turun tahta di usia tua dan moksa di desa Menang, tempat dimana situs ini berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar