Rabu, 07 Juni 2017

Misteri Sumpah Prabu Brawijaya di Puncak Lawu

Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dan Magetan, Jawa Timur, menyimpan sejuta cerita. Gunung Lawu penuh sejarah yang sangat erat kaitannya dengan kerajaan terbesar di nusantara, Kerajaan Majapahit.  

Berdasarkan cerita di tengah masyarakat sekitar, gunung tertua di Pulau Jawa merupakan tempat Prabu Brawijaya mengasingkan diri. Raja Majapahit terakhir itu menjadikan Gunung Lawu sebagai area pertapaan di sisa hidupnya, dan didampingi oleh dua abdi dalem setianya yaitu Sabdo Palon dan Noyo Genggong.

Konon, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan diri di gunung tersebut lantaran menghindari kejaran anaknya, Raden Patah. Prabu Brawijaya menghindari pertumpahan darah karena menolak mengikuti aliran kepercayaan yang dianut Raden Patah.
Beliau juga mendapat wangsit bahwa kejayaan Majapahit dengan kepercayaan Hindu akan pudar, dan diganti dengan kejayaan kerajaan baru yaitu Demak, yang dipimpin putranya, Raden Patah.
 Selain untuk menjauh dari kejaran putranya, Brawijaya juga menghindar dari pasukan Adipati Cepu yang memiliki dendam kesumat padanya. Terlebih lagi, saat itu Majapahit mulai runtuh, sehingga Adipati Cepu semakin berani menentang Brawijaya. 
Terus-terusan dikejar, ternyata memancing rasa sakit hati dan kekecewaan. Prabu Brawijaya pun mengucapkan sumpah yang isinya melarang seluruh keturunan Adipati Cepu maupun orang dari Cepu naik ke Gunung Lawu. Sampai saat ini, pendaki dari daerah tersebut tak berani ke Gunung Lawu, karena diyakini mereka yang melanggar akan mendapat celaka. 
Keberadaan Prabu Wijaya di Gunung Lawu ditandai dengan adanya batu nisan yang dipercaya sebagai petilasan. Penduduk sekitar menyebutnya Sunan Lawu. Tempat itupun dikeramatkan hingga kini.
Seorang spiritual Jawa sekaligus juru kunci Gunung Malang yang merupakan anak Gunung Lawu, Budiyanto, mengatakan, Lawu menjadi salah satu pusat budaya dan tempat sakral di Pulau Jawa.

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria

 

 "Misalnya Candi Ceto, Candi Sukuh, juga petilasan Raden Brawijaya di puncak Lawu yakni cungkup (rumah kecil yang di tengah-tengahnya terdapat kuburan)," kata Budiyanto 
Menurutnya, Lawu merupakan gunung purba. Berdasar catatan sejarah, gunung tersebut pernah meletus dahsyat. Ini dibuktikan dengan adanya bebatuan berukuran besar yang bertebaran di wilayah sekitar kaki gunung.
"Contohnya batu yang ada di depan monumen Bu Tien di Desa Jaten. Ukurannya cukup besar dan dan sangat berat. Belum lagi yang berada di wilayah Matesih, Karangpandan, dan yang lainnya, " jelasnya
Gunung yang membelah dua provinsi itu, juga terkenal akan keragaman flora dan fauna yang sampai saat masih terjaga kelestariannya. Masyarakat setempat sangat takut merusak hutan sekitar Lawu, karena meyakini akan terkena tuah penjaga gunung.
"Jika kita menjaga alam, maka ia akan menjaga kita dengan baik," pungkasnya.


Baca Juga:
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585





Sistem Hukum dan Peradilan Masa Keemasan Kerajaan Majapahit

Surya Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Nusantara. Mulai dari Presiden Sukarno dan M Yamin menjadikan dua kerajaan besar tersebut sebagai pijakan dan landasan bagi negara Indonesia yang modern dan terbentuk pada pertengahan abad ke-20.
Sebagai sebuah kerajaan besar pada abad ke-14 tentu saja Majapahit memiliki kelengkapan dan aparat lengkap dalam menjalankan roda pemerintahan. Untuk menjaga kedaulatan negara dari serangan musuh-musuh, Majapahit memiliki kekuatan militer yang terdiri dari Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL). Kemudian sistem ekonomi Majapahit ditopang dengan perdagangan sebab Majapahit adalah kerajaan dengan corak maritim.
Dalam kaitannya dengan keamanan dan ketertiban, Kerajaan Majapahit juga memiliki aturan atau undang-undang yang digunakan untuk menegakkan keadilan, menghukum para pelaku kejahatan dan memulihkan ketertiban umum. Kerajaan Majapahit juga sudah memiliki kitab undang-undang yang tidak kalah hebat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kaitannya dengan persoalan perdata, Kerajaan Majapahit juga sudah mengatur hukum perdata bagi warga negaranya.
Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Nagara Kretagama terbitan LKIS tahun 1979 menjelaskan kitab undang-undang yang dijadikan acuan pada zaman Kerajaan Majapahit disebut Kitab Kutara Manawa. Kitab Kutara Manawa sendiri disadur dari kitab-kitab hukum yang berasal dari tanah India semisal Manawadharmasastra.
Kitab undang-undang Majapahit yang disebut Kutara Manawa disebut dalam Kitab Negarakretagama, sebuah kitab yang membahas tuntas Kerajaan Majapahit. Kitab Kutara Manawa terdiri dari 275 pasal. Dalam pasal 23 dan 65 kitab undang-undang itu disebut Kutara Manawa.
"Kitab undang-undang Majapahit disebut Kutara Manawa atau Agama," tulis Slamet dalam bukunya.
Pakar sejarah alumnus Universitas Louvain, Belgia tahun 1954 melanjutkan, Kitab Kutara Manawa adalah sebuah kitab yang berisikan aturan-aturan mengenai hukum pidanadan juga perdata. Namun antara pidana dan perdata belum ada pemisahan jelas, satu sama lain masih tercampur.
Secara umum beberapa persoalan pelanggaran pidana yang diatur adalah soal pencurian, pembunuhan, perbuatan melukai orang lain dan sebagainya. Bab-bab semisal jual beli, perkawinan, warisan, perceraian, gadai, utang piutang yang semuanya masuk dalam ranah perdata juga sudah dibahas dalam kitab Kutara Manawa. Sedangkan hukuman yang diterapkan berupa hukuman mati, atau hukuman berupa denda yang dibayar dengan uang.
Candi Peninggalan Majapahit
 Untuk menjatuhkan vonis mati kepada seseorang juga tidak main-main. Dalam pasal 3 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa hukuman mati dijatuhkan kepada seseorang yang membunuh orang tidak berdosa, seseorang atau siapa saja yang menyuruh membunuh orang tidak berdosa dan barang siapa melukai orang tidak berdosa, maka mereka dijatuhi hukuman mati.
"Hukuman mati ini disebut dengan istilah Pati," sambung Slamet.
Hukuman mati juga dijatuhkan kepada seorang pencuri yang tertangkap dalam melakukan aksi jahatnya. Sedangkan anak-isterinya serta hartanya diambil alih oleh raja. Jika pencuri itu ingin mengajukan permohonan hidup maka ia harus menebus pembebasannya dengan membayar denda kepada raja dan membayar ganti rugi dua kali lipat kepada orang yang hartanya ia curi.
Susunan Pengadilan
Untuk menjatuhkan vonis bersalah kepada seseorang, Kerajaan Majapahit juga memiliki hakim yang disebut dharmmadyaksa dan terdiri atas dua orang. Semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja yang disebut Sang Amawabhumi, yang memiliki arti orang memiliki atau menguasai negara.
Orang yang bisa duduk sebagai hakim adalah mereka yang memiliki moralitas dan etika mumpuni, sebab tugas hakim adalah mengadili seseorang. Karena itu yang duduk dalam posisi hakim adalah para pemuka agama. Sama seperti pengadilan modern, seorang hakim dalam menjalankan pekerjaanya dibantu oleh panitera. Pada masa Majapahit panitera disebut dengan Upapatti.
Dalam memutuskan sebuah perkara, para hakim di Kerajaan Majapahit memegang teguh prinsip keadilan (justice), sehingga kepastian hukum (certanity) bisa terwujud dan kebahagiaan bagi sebanyak-banyak orang juga bisa diwujudkan.
Setidaknya ada dua kasus perselisihan yang terjadi antara para pejabat dengan rakyat biasa. Dalam prasasti Bandasar yang tidak diketahui tanggalnya diuraikan perselisihan milik tanah Manah di desa Manuk antara Mapanji Sarana dan para pejabat dari daerah Sima Tiga.

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria



Untuk menuntaskan kasus tersebut para hakim memangil pihak berperkara lengkap dengan keterangan saksi dari kedua belah pihak. Setelah menelaah kasus dengan seksama dan mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim memutuskan para pembesar Sima Tiga yang diwakiliPanji Anawung Harsa kalah. Kemudian tanah tersebut diberikan kepada Mapanji Sarana yang merupakan penduduk desa di Desa Manuk.
Kasus hukum lain yang terjadi antara penduduk desa Walandit dengan para pejabat dari Desa Himad. Para penduduk desa Walandit mendapat tugas memelihara dharma kabuyutan (candi leluhur) di desa Walandit yang merupakan peninggalan Raja Sindok pada pertengahan abad ke-12.
Dalam perkembangannya desa Himad menguasai desa Walandit dan mengklaim candi beserta tanah di sekitarnya. Perkara tersebut lantas diadukan kepada raja. Namun perkara tersebut diputuskan diluar pengadilan (non litigasi). Dalam sengketa tersebut para pejabat Himad dikalahkan, sedangkan orang-orang walandit tetap menjalankan tugasnya menjaga candi leluhur peninggalan Raja Sindok.

Baca Juga:

Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585

Menyimak Ramalan Sabdo Palon Mengenai Tanah Jawa

Sabdapalon adalah pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir yang beragama Hindu dari kerajaan Majapahit di Jawa (memerintah tahun 1453 – 1478 ).
Tidak diketahui apakah tokoh ini benar-benar ada, namun namanya disebut-sebut dalam Serat Darmagandhul, suatu tembang macapat kesusastraan Jawa Baru berbahasa Jawa Ngoko.
Dalam Serat tersebut, disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu Brawijaya digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan dari Walisongo (walaupun pada umumnya dalam sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa Brawijaya digulingkan oleh Girindrawardhana).

Ia lalu bersumpah akan kembali setelah 500 tahun, saat korupsi merajalela dan bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa dan mengembalikan kejayaan agama dan kebudayaan Hindu (dalam Darmagandhul, agama orang Jawa disebut agama Buda). Serat Damarwulan dan Serat Blambangan juga mengisahkan tokoh ini.
Pada tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas ramalan Sabdapalon tersebut. Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan revivalis Hindu di Jawa serta di kalangan aliran tertentu penghayat kejawen. Patung untuk menghormatinya dapat dijumpai di Candi Ceto, Jawa Tengah.
Sabdapalon seringkali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong, sesama penasehat Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh ini orang yang sama atau berbeda.

Ada yang berpendapat bahwa keduanya merupakan penggambaran dua pribadi yang berbeda pada satu tokoh. Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).

Dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135–1157) Sabda Palon juga disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra (berhubungan dengan ramalan joyoboyo). Berikut isinya:

…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.
Artinya : …..; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tri tunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.

Artinya : menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
Mitologi Sabda Palon Titisan Shang Hyang Bhatara Ismaya
Mitologi ini sebenarnya memiliki makna bahwa para penguasa yang diasuh (dimong) Sabda Palon itu merupakan penguasa yang memiliki “kedaulatan spiritual”, yaitu penguasa yang Agung Binathara. Penguasa yang dipatuhi oleh seluruh rakyatnya dan disegani oleh penguasa-penguasa negara lain.

Cerita yang banyak diyakini oleh para ahli kebatinan, tugas Sabda Palon terakhir adalah ngemong Prabu Brawijaya di Majapahit. Sabda Palon memilih berpisah dengan momongannya, karena Prabu Brawijaya pindah agama, dari Agama Siwa-Buddha (campuran Jawa-Hindu-Buddha) menjadi Islam yang datang dari Arab.
Dengan begitu, Prabu Brawijaya dianggap telah kehilangan kedaulatan spiritual-nya. Sabda Palon memilih mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai pamong raja kemudian bertapa tidur di pusat kawah Gunung Merapi selama 500 tahun.

Selama Sabda Palon bertapa itu, tanah Jawa tidak akan memiliki kedaulatan lagi, serta tidak dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Terbukti, bahwa sejak jaman Demak hingga Mataram Islam, para Sultan-nya perlu memohon legitimasi kekuasaannya kepada ulama Mekah, sedang para Sultan dari wilayah Sumatera dan Banten serta banyak lagi dari Indonesia Timur, memohon legitimasinya dari Daulah Ottoman Turki.
Kesultanan Aceh, sebelum perang melawan Belanda, sebenarnya adalah salah satu wilayah Kesultanan Turki itu. Setelah itu Jawa dan Nusantara dijajah Belanda, Inggris dan Jepang.

Meskipun dapat dikaji seperti itu, tetapi sebaiknya cerita mitologi Jawa tentang Sabda Palon itu jangan diartikan sebagai penolakan Jawa terhadap Islam. Karena tidak ada ceritanya peradaban dan kebudayaan Jawa itu menolak masuknya paham agama macam apa pun. Malah Jawa biasanya dapat mendukung sehingga agama-agama yang masuk itu mencapai keemasannya di tanah Jawa.

Tutunan Jawa tentang penyembahan pribadi kepada Yang Maha Kuasa dibebaskan, terserah kepada pilihan masing-masing. Mau menyembah dengan cara agama apa saja tidak akan pernah disalahkan. Pokoknya, paham dasar yang harus dilaksanakan setiap manusia adalah ketika hidup bermasyarakat bergaul dengan sesama makhluk Tuhan Yang Maha Agung, jenis apa pun.

Kewajibannya, setiap orang diharuskan ikut memperindah keindahan jagad dengan cara memelihara dan melestarikan keselarasan (keharmonisan) antar sesama makhluk, dan mejauhkan diri dari perselisihan.
Cerita Sabda Palon itu apa bila benar-benar di dalami sungguh-sungguh, malah jelas menggambarkan kesalahan Prabu Brawijaya dalam mengelola kedaulatan yang digenggamnya. Sebab Prabu Brawijaya yang kaya-raya dan berkedudukan sebagai maharaja (diugung raja brana lan kuwasa) lupa melaksanakan amanah kedaulatannya dengan benar.

Ceritanya, Prabu Brawijaya terakhir memiliki selir yang banyak sekali, maka anaknya juga sangat banyak. Semua anak-anak itu lalu diberi “kedudukan” mengurus pemerintahan negara Majapahit.
Oleh sebab itu, raja Majapahit lalu hilang kewibawaannya. Negara besar itu menjadi ringkih. Akhirnya ketika para Bupati Pesisir membantu Demak berperang dengan Majapahit, rakyat Majapahit tidak mau membela atau tidak ikut mempertahankannya.

Sabda Palon, sebenarnya merupakan simbul atau personifikasi kesetiaan rakyat kepada rajanya, kepada pemimpin negaranya atau kepada pemerintahnya. Sabda Palon memilih pisah dari Prabu Brawijaya, berarti rakyat sudah kehilangan kesetiaannya kepada raja Majapahit itu. Istilahnya terjadi pembangkangan publik terhadap kepemimpinan Brawijaya, tidak mau membela kerajaan ketika berperang melawan Demak dan Bupati-bupati Pesisir.

Cerita itu disamarkan dengan pernyataan, bahwa Sabda Palon akan bertapa tidur selama 500 tahun. Cerita itu juga memuat pengertian, bahwa 500 tahun setelah runtuhnya Majapahit, rakyat Jawa (Nusantara) akan tumbuh kembali kesadarannya sebagai bangsa terjajah dan akan memiliki kesetiaan kembali kepada pemimpin bangsanya. Munculnya rasa kebangsaan dan kesetiaan terhadap tanah air itu digambarkan tidak dapat dibendung seperti meletusnya Gunung Merapi.


Ramalan Sabda Palon Yang Sudah Diterjemahkan dari Bahasa Jawa Kuno Ke Bahasa Indonesia

1. Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang negara Mojopahit. Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong.
2. Prabu Brawijaya berkata lemah lembut kepada punakawannya: “Sabda-Palon sekarang saya sudah menjadi Islam. Bagaimanakah kamu? Lebih baik ikut Islam sekali, sebuah agama suci dan baik.”
3. Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dah Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.
4. Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Buda lagi, saya sebar seluruh tanah Jawa.
Kira-kira dari bait dibawah inilah, kejadian meletusnya gunung merapi yang sebelumnya di sebutkan sebagai tempat bertapanya Sabda Palon di sangkut pautkan…
5. Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belu saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.
6. Lahar tersebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda. Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.
7. Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.
8. Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.
9. Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang bekerja hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah hatinya. Saudagar selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak seberapa. Orang tanipun demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang di hutan.
10. Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun banyak yang hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral manusia. Bila hujan gerimis banyak maling tapi siang hari banyak begal.
11. Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal dunia.

Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 


12. Bahaya penyak ana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat persis lautan pasang.
13. Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut dengan gemuruh suaranya.
14. Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikitpun.
15. Gempa bumi tujuh kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia. Tanahpun menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia ke dalam tanah. Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit. Penyakitpun rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka meninggal dunia.
16. Demikianlah kata-kata Sabda Palon yang segea menghilang sebentar tidak tampak lagi diriya. Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun sejenak. Sama sekali tidak dapat berbicara. Hatinya kecewa sekali dan merasa salah. Namun bagaimana lagi, segala itu sudah menjadi kodrat yang tidak mungkin diubahnya lagi.
Ramalan ini bukan hal yang baru lagi namun masih menyisakan tanya dan rasa penasaran. Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2006, dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi: “Awas Merapi”.
Saat kejadian itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).
Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu, Allah SWT.
Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi.
Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).  

     Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 - 08122908585
                   
                          https://djengasih.com/blog/cara-mudah-meluruhkan-energi-negatif-dari-tubuh

Pesugihan “Sebrah Lonte”

  
Mitos adanya ritual hubungan intim dengan selingkuhan, pada saat menjalani laku  ritual  di Gunung Kemukus, tidak hanya menjadi mitos kontroversi yang kian hari kian menarik untuk di kupas dan di simak. Meski kerap cerita tersebut di tulis berdasarkan versi mitos dan sejarah, tetapi terkait dengan cara ritual melakukan hubungan seks dengan selingkuhan di Gunung Kemukus, rupanya  selalu  memiliki daya tarik untuk di simak. Proses ritual seperti itu, di kalangan masyarakat Jawa di kenal dengan istilah ‘ Pesugihan Sebrah Lonte’ .
Jika menelisik lebih dalam di beberapa versi cerita  yang beredar di masyarakat sekitar Gunung Kemukus, menyoal perjalanan hidup  Pangeran Samudro dan R.A. Ontrowulan, rupanya kisah hidup merekalah yang menjadi panutan para pelaku ritual pada saat mereka ngalap berkah untuk tujuan keduniawian.
Sebagai obyek wisata religi yang terletak di Kecamatan Sumberlawang, Sragen. Gunung Kemukus berada di tepi luapan waduk Kedung Ombo. Oleh sebab itu apabila debit air waduk dalam posisi penuh, para pelaku ritual harus menyeberangi waduk dengan menggunakan jasa perahu milik warga, untuk lalu lintas keluar masuk Gunung Kemukus.
Gunung setinggi kurang lebih 300meter dari atas permukaan air laut ini, berada di kawasan bukit kapur. Pada saat musim kemarau datang, penduduk hanya mengandalkan hasil pertanian tanaman jagung. Sedangkan pada saat musim hujan barulah mereka bercocok tanam padi. Selain hasil dari bercocok tanam, mencari ikan di waduk juga menjadi salah satu mata pencaharian penduduk desa di sekitar Gunung Kemukus.
Para pelaku ritual yang datang ke Gunung Kemukus biasanya ramai pada waktu malam Jumat Pon, dikarenakan pada malam itu adalah malam pasaran Gunung Kemukus.
Obyek wisata religi yang menjadi andalan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen ini memang penuh kontroversi dan dilematis. Di satu sisi menjadi aset pemasukan bagi pemerintah daerah dan warga desa sekitar yang mengandalkan hasil dari obyek wisata Gunung Kemukus. Namun di sisi yang lain Gunung Kemukus  menjadi ajang prostitusi.
Tahun 70an, prostitusi di Gunung Kemukus memang tak semarak era 90an. Seiring dengan banyaknya para peziarah yang datang menjalani laku ritual Gunung Kemukus, lambat laun berbagai aktifitas di sekitar Gunung Kemukus semakin komplek. Kawasan perbukitan yang dulunya sepi,  jauh dari aktifitas penduduk desa, sekarang mulai ramai dan marak dikunjungi para pelaku ritual. Sampai pada tahun 90an, keberadaan Gunung Kemukus semakin hari semakin bertambah ramai.
Para perempuan yang semula menjual diri dengan cara kasak kusuk, di era tahun 90an mereka sudah mulai berani terang terangan. Bahkan para mucikari mulai menampung mereka di warung warung yang di jadikan sebagai tempat penampungan di Gunung Kemukus.
Kawasan Gunung Kemukus yang semula sepi, mulai berubah menjadi  perkampungan milik warga dan pendatang. Banyak pendatang yang mulai mengontrak tanah dan rumah untuk kegiatan hiburan malam dan prostitusi. Merebaknya prostitusi di Gunung Kemukus di picu adanya kepercayaan  ritual perselingkuhan atau hubungan seks yang harus mereka lakukan setiap kali menjalani ritual di  Gunung Kemukus. Hal ini di lakukan agar mereka ( para pelaku ritual ) bisa mendapatkan kesuksesan dan kekayaan.
Kepercayaan seperti itu akhirnya menjadi salah satu fakor  merebaknya prostitusi di Gunung Kemukus. Di awali dari pasangan selingkuh dengan melakukan hubungan intim di Gunung Kemukus, akhirnya para pelaku ritual yang tak memliki pasangan selingkuh memakai jasa para wanita tuna susila untuk diajak berhubungan intim, agar bisa mendapatkan kekayaan.
Tak jarang ada juga perempuan yang mengaku warga sekitar mau di ajak kencan oleh para pelaku ritual, demi  harapan kerberhasilan mendapatkan kekayaan. Karena jika berhasil, para pelaku ritual tidak akan mungkin melupakan jasa peerempuan ini. Perselingkuhan dengan cara melakukan hubungan intim di Gunung Kemukus, akhirnya membuat banyak wanita dari daerah lain datang dan menetap di Gunung Kemukus.
Rumah warga yang semula berfungsi sebagai rumah tangga biasa, banyak yang di sewa di alihkan fungsikan  menjadi rumah bordil, kafe dan rumah inap. Bahkan beberapa rumah di jadikan tempat untuk pub dan karaoke. Obyek wisata yang semula sakral dan religi mulai berubah menjadi komplek prostitusi, seiring dengan merebaknya mitos  hubungan intim dengan selingkuhan di Gunung Kemukus  bisa mendatangkan kekayaan.
Ritual yang semula dipakai sebagai upaya untuk ngalap berkah, memohon berkah kemurahan rejeki kepada Tuhan, akhirnya berubah menjadi tempat  untuk berburu kekayaan dengan cara selingkuh dan berhubungan intim. Sampai  akhirnya, Pemerintah Kabupaten Sragen  menyapu bersih prostitusi di Gunung Kemukus.
Adanya ritual hubungan intim dengan selingkuhan bukan tanpa alasan, karena mitos perjalanan hidup Pangeran Samudro dengan Nyai Ontrowulan di beberapa versi cerita tak lepas dari kontroversi cerita perselingkuhan. Berasal dari mitos inilah akhirnya menjadi sebuah cara ritual yang dipercaya bisa mendatangkan kekayaan. Karena bagi para pelaku ritual, tak sedikit orang orang  yang berhasil memperoleh kekayaan usai mereka melakukan ritual hubungan intim dengan perselingkuhan di Gunung Kemukus selama tujuh kali malam Jumat. Puncaknya, jika kesuksesan duniawi sudah mereka peroleh, maka salah satu pasangan yang sukses tidak boleh melupakan pasanganya.
Dalam beberapa versi cerita dikisahkan, Joko Samudro atau yang lebih di kenal dengan nama Pangeran Samudro adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya V, yang lahir dari ibu selir bernama R.A.Ontrowulan, atau yang kerap dipanggil Nyai Ontrowulan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Nyai Ontrowulan sebenarnya ibu tiri Pangeran Samudro, yang kemudian keduanya jatuh cinta.
Dikisahkan, pada saat kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri bersama dengan saudara-saudaranya. Pangeran Samudro memilih pergi ke Demak dan belajar ilmu agama kepada Sunan Kalijaga. Beberapa lama berguru dengan Sunan Kalijaga,  Pangeran Samudro kemudian di suruh oleh Sunan Kalijaga pergi berguru kepada Kiai Ageng Gugur dilereng  Gunung Lawu, tepatnya berada di daerah Jumantono.
Di desa yang sekarang bernama Desa Pandan Gugur, Pangeran Samudro menimba ilmu agama dan filsafat kepada Ki Ageng Gugur, guru yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Setelah beberapa tahun berguru kepada Ki Ageng Gugur, Pangeran Samudro kemudian kembali pulang ke Demak Bintara. Dalam perjalanan pulang ke Demak Bintara,  Pangeran Samudro didampingi oleh dua orang abdi setia sembari menyebarkan siar di setiap tempat yang disinggahinya.
Namun saat berada dalam  perjalanan, Pangeran Samudro jatuh sakit sampai akhirnya meninggal dunia. Dua orang abdi Pangeran Samudo lalu menyampaikan kabar berita duka  ke Kerajaan Demak. Mendengar berita kematian saudaranya, Sultan Demak Bintoro lantas menyuruh kedua orang abdi tersebut menguburkan jasad Pangeran Samudro di tempat beliau wafat.
Oleh kedua orang abdinya, Pangeran Samudro kemudian di makamkan di sebuah bukit yang selalu tampak kabut hitam pada saat musim kemarau dan penghujan datang. Kabut yang menyerupai  bentuk kukusan itu, akhirnya menjadi nama bukit yang kemudian di sebut dengan nama Gunung Kemukus
Mendengar kabar kematian putranya, Nyai  Ontrowulan kemudian memutuskan untuk pergi melihat makam Pangeran Samudro. Setibanya di makam, Nyai Ontrowulan merebahkan diri dan memperoleh petunjuk ghaib. Dalam petunjuk ghaib tersebut, Pangeran Samudro berpesan’ Kalau ingin bertemu dengannya, Nyai Ontrowulan di haruskan lebih dahulu mensucikan diri di sendang yang tak jauh dari Gunung Kemukus.
Usai mensucikan diri di sendang, Nyai Ontrowulan mengurai dan mengibaskan rambutnya. Dari kibasan rambut Ontrowulan berjatuhan bunga bunga penghias rambut. yang kemudian tumbuh menjadi pohon Nagasari.
Usai menyucikan diri di sendang,  Ontrowulan kemudian muksa jiwa dan raganya. Sedangkan Sendang yang pernah di pakai untuk sesuci,  sekarang di kenal dengan nama Sendang Ontrowulan.
Di versi yang lain juga di kisahkan, runtuhnya kerajaan Majapahit pada  tahun 1478 di gantikan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Konon di ceritakan Raden Patah mempunyai putra bernama Pangeran Samudro yang berperilaku kurang terhormat, karena jatuh cinta kepada ibunya sendiri, R.A.Ontrowulan.
Namun  cinta Pangeran Samudro rupanya juga diterima oleh ibunya. Ketika Raden Patah mengetahui hubungan ibu dan anak tersebut, Pangeran Samudro dicari dan diburu sampai di Gunung Kemukus. Sementara itu, Ontrowulan yang terlanjur  jatuh cinta kepada anaknya, nekad meninggalkan Demak untuk mencari anaknya.
Pencarian Ontrowulan akhirnya di pertemukan dengan Pangeran Samudro, lalu terjadilah suatu pertemuan yang menyedihkan. Keduanya melakukan hubungan intim yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang ibu dan anak..
Sementara itu, kisah perburuan Pangeran Samudro terus berlanjut oleh para prajurit Demak. Sampai akhirnya keberadaan mereka berdua di ketahui di Gunung Kemukus dan berhasil  di bunuh oleh prajurit Demak.. Tetapi pada detik detik terakhir sebelum menghembuskan nafas  terakhirnya Pangeran Samudro berucap ,
Bagi siapa saja yang mempunyai keinginan atau cita-cita, untuk mendapatkannya harus dengan sungguh-sungguh, mantap, teguh pendirian, dan dengan hati yang suci. Jangan tergoda oleh apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan. Dekatkan dengan apa yang menjadi kesenangannya, seperti akan mengunjungi idamanya (  Dhemenane, Pacar gelap; selingkuhan )”.
 Di versi yang lainnya lagi juga diceritakan, Pangeran Samudro adalah putra tertua istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan Majapahit. Setelah menginjak dewasa, Pangeran Samudro di suruh pergi ke dunia luar untuk mengumpulkan berbagai pengalaman yang kelak akan ia pergunakan di kehidupan nantinya. Beberapa tahun berada di dunia luar,  Pangeran Samudro kemudian kembali ke istana dan ia jatuh cinta kepada salah seorang selir ayahnya yang bernama R.A. Ontrowulan.


Karena ketampananya, cinta Pangeran Samudro kemudian diterima. Ketika mengetahui anaknya mencintai selirnya, Prabu Brawijaya sangat marah dan mengusir Pangeran Samudro beserta Ontrowulan keluar dari keraton. Keduanya lantas menetap di Gunung Kemukus sebagai suami-istri yang bahagia.
Tak jauh dari puncak Gunung Kemukus, terdapat sebuah sendang yang sangat disukai oleh R.A. Ontrowulan. Di sendang itu pula Ontrowulan seringkali menghabiskan waktunya duduk bermeditasi sepanjang hari. Menurut cerita, konon sendang tersebut dibuat dengan cara menancapkan sebatang tongkat ke dalam tanah. Sedangkan pohon-pohon besar yang menjadi hutan lebat di sekeling sendang, diyakini oleh penduduk desa berasal dari bunga-bunga pengikat rambut R.A.Ontrowulan.
Kian hari kebahagian mereka terus berjalan, sampai pada suatu ketika Ontrowulan ingin pergi bertapa di sebuah tempat yang jauh untuk waktu yang lama, Pangeran Samudro yang kesepian di tinggal Ontrowulan, lantas jatuh sakit dan meninggal dunia. Oleh penduduk desa, jenazahnya kemudian dimandikan di sendang dan dimakamkan .
Ketika kembali dari bertapa, Ontrowulan lebih dulu mampir mandi di Sendang kemudian pergi ke puncak Gunung Kemukus menemui suaminya. Namun alangkah kagetnya, saat mengetahui penduduk desa baru saja menguburkan jasad suaminya.. Perasaan sedih menusuk hatinya, sampai akhirnya Ontrowulun turut menyusul suaminya.
Beberapa tahun sejak kepergianya,  Pangeran Samudro menampakkan diri secara ghaib dalam penglihatan tokoh tetua adat desa. Saat itu Pangeran Samodra berpesan pada tetua desa,  bahwa ia akan memenuhi keinginan setiap orang yang datang ziarah ke makamnya dengan membawa bunga, namun dengan syarat bahwa orang itu harus memiliki pasangan.
Konon dari mitos ini  para pelaku ritual mempercayai, jika mereka datang dengan pasangan menjalani ritual di makam Pangeran Samodra, maka keberhasilan akan cepat di capai. Makna pasangan di artikan selingkuhan bagi para pelaku ritual yang belum memiliki pasangan maupun yang sudah memiliki pasangan. Sedangkan mendekatkan diri pada kesenangan yang di tuju, di tafsirkan sebagai tujuan perselingkuhan, tak lain hanyalah untuk  hubungan intim.
Mitos ini semakin lama semakin berkembang dan men-tradisi dikalangan para pelaku ritual. Karena di dukung dengan banyaknya para pelaku ritul yang berhasil sukses memiliki kekayaan usai mereka menjalani laku ritual dengan pasangan selingkuh. Oleh karena itu tak dipungkiri, di era tahun 70an banyak pelaku ritual yang melakukan hubungan intim di sekitar makam, usai mereka menjalani ritual di Gunung Kemukus.
Namun seiring dengan merebaknya aktifitas di sekitar makam, dan semakin banyaknya tempat yang bisa di sewa untuk melakukan hubungan intim, makin lama Gunung Kemukus berubah menjadi prostitusi berbalut wisata religi. .
‘Kondisi seperti itu sekarang sudah mulai berubah, sejak segala kegiatan prostitusi yang ada Gunung Kemukus di tutup secara resmi oleh aparat pada akhir tahun 2014’ Ujar Warti, salah seorang pemilik rumah di sekitar makam.
‘Secara tegas Pemerintah Kabupaten Sragen melarang aktifitas dan kegiatan Prostitusi di Gunung Kemukus’ Tambahnya
Tak dipungkiri, sampai saat ini keyakinan ritual dengan selingkuhan bisa mendatangkan kekayaan di Gunung Kemukus memang sudah mentradisi di kalangan para pelaku ritual. Bahkan penduduk sekitar menganggap hal tersebut adalah sesuatu hal yang biasa, karena mitos yang melekat di Gunung Kemukus
Padahal jika di cermati lebih jauh makna ucapan Pangeran Samodra sebelum beliau meninggal bisa di artikan, bahwa untuk mendapatkan sebuah keinginan, seseorang harus teguh dan sungguh sungguh melakukannya, mantab, tidak goyah dan tergoda oleh segala godaan, harus konsentrasi kepada sesuatu yang dituju agar bisa mendapatkanya. Dekatkan dengan yang menjadi kesenangan, bahwa segala daya upaya tersebut haruslah sesuatu yang dekat dengan apa yang di harapkan, perbanyak doa dan permohonan kepada Tuhan, agar memudahkan meraih keinginan..  


Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria 


. 
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585





Minggu, 27 November 2016

Pertapaan Kembang Lampir, Konon, Turunnya Wahyu Keraton Mataram

Pertapaan Kembang lampir

Tabir.com-Konon, di Kembang Lampir Ki Ageng Pemanahan mendapatkan bisikan wahyu keraton.  Menurut para sesepuh,  Kembang Lampir  merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan, terletak di Dusun Mendhak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Saat mengunjungi petilasan tersebut, suasana sunyi dan sejuk di antara rerimbunan pepohonan. Beberapa kali terdengar suara burung. Ada tiga bangunan di dalam petilasan tersebut. Bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka Wuwung Gubug Mataram dan Songsong Ageng Tunggul Naga serta dua Bangsal Prabayeksa di kanan dan di kiri. Untuk bangunan utama berbentuk limasan.

Pertapaan Kembang lampir
Para pengunjung pada hari ini tidak boleh masuk. Sebab, pengunjung hanya bisa memasuki petilasan setiap Senin 08.00 - 16.00 WIB dan Kamis 07.00-17.00 WIB. Selain itu ada beberapa persyaratan lainnya yakni tidak boleh menggunakan sepatu, tidak boleh mengambil gambar dan tidak boleh mengunakan pakaian warna ungu terong atau hijau lumut.

Dari luar terdapat tangga permanen untuk masuk dan di pintu masuk kanan kirinya terdapat lambang Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Dari informasi yang dihimpun, Kembang Lampir merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu Karaton Mataram. Ki Ageng Pemanahan adalah keturunan Brawijaya V dari kerajaan majapahit.

Pertapaan Kembang Lampir
Dalam pertapaannya itu akhirnya ia mendapat petunjuk dari Sunan Kalijaga wahyu karaton berada di Dusun Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Lalu, ia diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk pegi ke sana, dan terjadi persaingan antara Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan memperebutkan wahyu Keraton Mataram, yang disimbolkan dalam bentuk degan (kelapa muda).

Barang siapa meminum air degan itu sampai habis, maka anak keturunannya akan menjadi raja Tanah Jawa. Akhirnya Ki Ageng Pemanahan yang memperoleh wahyu tersebut dan anak turunnya menjadi Raja Mataram. Dalam perkembangannya, terjadi perjanjian Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Yang dalam Sabda Raja kemarin diberitahukan Sultan Hamengku Buwono X sudah selesai.

Menurut Juru Kunci Kembang Lampir, Purwanto, petilasan tersebut dibangun pada 1977 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Berupa pembangunan gedung dan benteng di sekitar lokasi. "Ini dibangun sekitar tahun 1977," katanya,  

Pertapaan Kembang Lampir
Ia mengatakan petilasan tersebut pada waktu tertentu dikunjungi oleh keluarga Keraton Yogyakarta termasuk Ngarso Dalem. Namun dia enggan untuk berbicara lebih jauh terkait waktunya. "Tidak mesti mas, dan waktunya tidak tentu. Memang setiap malam 1 Syuro banyak warga yang berkunjung ke sini," ucapnya.

Purwanto mengaku tidak bisa menjelaskan lebih jauh terkait sejarah petilasan Kembang lampir. "Tidak tahu, saya baru 20 tahun menjadi juru kunci dan tidak tahu,"katanya.

Memang hari ini suasana di petilasan yang terletak di tengah hutan ini cukup sepi, hanya ada beberapa warga yang beraktivitas di ladang sekitar petilasan.



Jeng Asih, Ratu Pembuka Aura dari Gunung Muria




ALternatif Health Centre
TOEMAFHTRA AS-SYAKINAH
Kejari: B-46/0.2.25/DSP.4/12/2011
Anda Ingin Segera Sembuh Dari Penyakit? Segera Kunjungi Klinik Kami: Penyembuhan dan Pengobatan Dengan Menggunakan Ramuan Herbal Yang Sudah Diakui Khasiatnya Oleh Para Pakar dan Ahli Kesehatan Dunia.    

RB.Wahyu Wibowo.SE.Msi.Ak.CA.CPAi
Spesialis: Strok, Diabetes, Kanker/Tumor, Darah Tinggi/Rendah, Syaraf (Badan Mati Separo), Maag, Ambeient, Asam Urat, Asma (TBC), Lemah Syahwat,Lama Tidak Punya Keturunan, Ruqyah (Ruwatan Islami)
Komplk: Lamigas Blok A No. 18 Meruyung, Limo – Depok
HP: 081586699981 – 081219630711

CV. PROTECH SERVICE INDONESIA

Selamat Datang di Website CV. Protech Service Indonesia. Kami merupakan perusahaan yang berdiri sejak 2007 bergerak dalam industri Gasket, Alat Mekanik Lainnya, Hidrolik, Bengkel Kapal, Spring mounting Anti vibrasi, restaurant kitchen hotel cathering, Mesin pengasapan Nyamuk, Safety Product, Hydraulic Tools, Hand Cleaner, Pneumatics, roda troli, Gasketing sealing compound anti seize bonding, Cold Galvanish Compound , Screen Wiremesh, Repair Bolt Thread, Mata bor reamer, Selang, Tube Fitting tubing valve, otomotif, isolasi panas. Kami berada di Jl. Meruya selatan DPR I no.17A , kembangan . ( dekat JORR W2 meruya selatan) Jakarta Barat . email : protechserviceindonesia@gmail.com ...... Temukan berbagai produk terbaik kami (Bonpet Inno autimatic, spring mounting, permatex loctite, minifogger mesin, roda trolley castor, wiremesh screen) dengan kualitas dan harga jual terbaik yang bisa Anda dapatkan. Segera Temukan Kebutuhan Anda di 

 www.protechserviceindonesia.com 

 Ki Cokro Santri Tunggal: 
Mengatasi Berbagai Macam Masalah


KI COKRO ST,MASTER OF GENDAM: Mengatasi Berbagai Macam Problem Permasalahan Anda langsung Tuntas Tidak Ada Istilah gagal, Sudah Terbukti. Masalah: Pelet, Bisnis, Pelarisan, Kekebalan, Pengisihan Tenaga dalam, Ruwatan, Silat dll.
Hub: HP/WA: 08159852189. Condet, Jakarta Timur www.seputarmistik.com


“Semarak Pesta Kembang Api Spectakuler”

Kami Perusahaan jasa khusus pengadaan Bunga Api dan Special Efek berdiri sejak 1988, dengan pengalaman 20 tahun dalam melaksanakan pertunjukkan Bunga Api.Kami yang pertama dan terbaik di Indonesia
Kami, menggunakan Bunga Api Impor dengan kualitas terbaik Kelas Dunia yang dapat digunakan dalam rangka menunjang Kegiatan-kegiatan di dalam gedung maupun di luar gedung, khususnya acara malam Pergantian Tahun , Wedding Party, Ulang Tahun Perusahaan, Festival dll, dengan lebih aman dan spectakuler:

Info:085285179336 email: agyudhistira72@gmail


Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah 
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan

08129358989 - 08122908585

https://djengasih.com/blog/mustika-kencana