Kamis, 28 April 2016

Legenda Umbul Nogo yang Legendaris di Wonogiri



Umbul Nogo di Wonogiri
 Tabir.com. Pada zaman dahulu, dikerajaan MATARAM hiduplah seorang begawan yang bernama Begawan SIDIK WACANA. Begawan Sidik Wacana memiliki seorang putra yang bernama JOKO LELONO atau MURCO LELONO.


Pada suatu ketika Joko Lelono yang sudah beranjak dewasa itu dipanggil menghadap ayahnya, Begawan Sidik Wacana.

"Anakku, sekarang kau sudah dewasa, sudah waktunya bagi kamu untuk mencari pendamping hidupmu. Karena ayah sudah tua dan ayah berharap sesegera mungkin kau mendapat istri agar ayah dapat segera pula menimang cucu.
" Begitu Begawan Sidik Wacono memberi nasehat pada anak tunggalnya.

Dengan hormat Joko Lelono menjawab pertanyaan ayahnya yang sangat dicintainya itu.
"Ayahanda tercinta, mungkin memang sudah waktunya bagiku untuk segera mencari pendamping, namun sampai saat ini saya belum dpat menemukan seorang wanita yang saya dambakan

"Wanita seperti apa yang kau inginkan anakku?". Begawan Sidik Wacono bertanya dengan penuh kasih sayang kepada anaknya itu.

"Saya menginginkan wanita yang cantik, patuh dan taat pada suami serta setia, seperti ibunda." jawab Joko Lelono.

Begawan Sidik Wacono ternyata tidak dapat menerima apa yang dikatakan anaknya. Ia mengira bahwa anaknya menginginkan ibunya untuk diperistri. Rupanya telah terjadi kesalah pahaman.
"Hee!! Joko Lelono, ternyata kamu itu berperilaku seperti orang buta! Kamu itu tidak dapat melihat bahwa dia adalah ibumu! Kamu lancang telah berani akan memperistri Ibumu sendiri!!!" Begawan Sidik Wacono marah.

"Tapi ayah... Aaakkhhh..." Joko Lelono menjerit. Semuanya terlambat, karena ucapan begawan Sidik Wacana itu terkenal sakti mandraguna, apa yang diucapkan selalu menjadi kenyataan. Dan saat itu pula Joko Lelono menjadi buta. Ia tidak bisa melihat.

"Anakku, jika kamu ingin penglihatanmu pulih seperti sedia kala, hendaklah kamu mau menjalani hidup yang susah dan penuh cobaan serta rintangan. Pergilah kamu ke padepokan Dlepih Kahyangan, disana kamu akan bertemu dengan seorang pertapa bernama SIDIK WASESO. Dan jika kamu memang mau menjalaninya, maka aku juga tidak akan membiarkanmu pergi sendiri. Kamu akan ditemani oleh dua abdi yang sangat mengasihimu, bijaksana dan juga cukup sakti, mereka bernama Ki Jebres dan Ki Merkak." ujar Begawan

"Baiklah ayahandaku tercinta, aku akan berangkat saat ini juga. Mohon doa restu dari ayahanda dan Ibunda." pamit Joko Lelono.

Joko Lelono pergi ke padepokan Dlepih Kahyangan bersama Ki Merkak dan Ki Jebres. Ia menggunakan gajah sebagai kendaraannya. Gajah itu adalah binatang kesayangan Joko Lelono, selain itu ia juga membawa sebuah payung.

Singkat cerita sesampainya di Padepokan Dlepih, Joko Lelono dan kedua abdinya segera menghadap kepada Begawan Sidik Waseso. Joko Lelono menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dari awal sampai akhir.

Dengan rasa yang tulus ikhlas tanpa pamrih Begawan Sidik Waseso mengobati Joko Lelono dan seketika itu juga penglihatannya kembali seperti semula, ia dapat melihat kembali.

"Bapa Guru, terima kasih telah menyembuhkan saya, saya tidak tahu bagaimana saya harus membalas budi baik Bapa Guru." ujar Joko Lelono.

"Sama-sama Pangeran, sesama manusia tidak ada ruginya jika kita saling tolong menolong." jawab Begawan Sidik Waseso dengan bijak.

Tidak terasa matahari telar tergelincir ke barat, pertanda hari mulai memasuki malam. Batara Surya mulai berjalan keperaduannya setelah seharian menyinari bumi, cahaya kemerah-merahan menghiasi sore itu dan akhirnya hilang dengan digantikan sang malam.
https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A

"Bapa Guru, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih telah menyembuhkan saya. Dan karena hari telah petang, saya harus  segera melanjutkan perjalanan." pamit Joko Lelono kepada Begawan Sidik Waseso.

"Pangeran, hari telah petang, alangkah baiknya jika Pangeran tetap tinggal dulu disini. Menginap barang semalam, saya merasa Pangeran akan mendapat keberuntungan jika mau menerima saran saya ini." ujar Begawan Sidik Waseso.

Joko Lelono menjawab dengan tegas "Tidak Bapa Guru, saya tetap akan melanjutkan perjalanan, karena itu sudah merupakan tekad bulat hati saya."

"Baiklah Pangeran, jika itu memang yang Pangeran inginkan, saya tidak dapat melarang. Saya hanya dapat memberikan doa restu, semoga Pangeran dapat mewujudkan keinginan Pangeran dengan selamat. Padahal, menurut saya sebaiknya Pangeran tetap tinggal disini dulu, karena dengan itulah Pangeran dapat memperoleh keberuntungan. Tapi jika itu memang keinginan Pangeran, saya tidak dapat berbuat apapun." ujar Begawan Sidik Waseso.

"Ya Bapa Guru, apapun yang terjadi saya siap menjalani dan menerimanya, karena saya tidak bisa memenuhi permintaan Bapa Guru." jawab Pangeran Joko Lelono.

Akhirnya berangkatlah Joko Lelono bersama dua abdi terkasihnya Ki Merkak dan Ki Jebres melanjutkan perjalanan mengendarai gajah dan memakai payung.

Singkat cerita, sampailah Joko Lelono dan dua abdinya disebuah tempat. Joko Lelono berkata pada dua abdinya terkasih.

"Paman, saya tidak akan kembali lagi ke mataram. Saya akan terus mengembara untuk memenuhi permintaan ayahanda, saya akan mencari seorang wanita yang akan mendampingi saya, yang mana wanita itu harus cantik dalam segala hal."

"Jika itu keinginan Pangeran, kami menurut saja." ujar abdinya. Karena hari telah larut malam, mereka menapaki perjalanan pelan-pelan sambil menikmati pemandangan langit yang indah hingga sampailah mereka disebuah tempat yang berbentuk seperti gunung kecil (lebih tinggi dari daerah sekitar).

Berujarlah Joko Lelono kepada dua abdinya "Paman berdua, jika kelak ada kemajuan jaman, tempat ini kuberi nama GUNUNGAN. Hendaklah paman berdua menjadi saksi.

Malam itu ternyata Ki Merkak dan Ki Jebres tertidur. Joko Lelono segera melanjutkan perjalanan mengendarai Gajah kesayangannya. Setelah terbangun Ki Merkak dan Ki Jebres segera menyusul Joko Lelono.

Melihat Joko Lelono telah turun dari geger gajah (punggung gajah) kedua abdinya segera bertanya "Pangeran, mengapa pangeran turun?"

Joko Lelono pun menjawab, "Paman, disini aku merasa bingung dan capek. Sampai aku tak dapat mengetahui arah.". "Paman berdua, sebagai pengingat-ingat tempat ini kuberi nama NGGEGER. Paman berdualah saksinya." ujar Joko Lelono.

Setelah beberapa saat kemudian, Joko Lelono teringat pada payungnya. "Paman dimana payungnya?" tanya Joko Lelono.

"Maaf Pangeran, kami lupa... payung Pangeran masih tertinggal ditempat kita beristirahat tadi." jawab kedua abdinya.

Tanpa diminta kedua abdinya itu kembali mengambil payung. Namun alangkah kagetnya mereka, melihat payung itu berubah menjadi batu.

Lalu mereka berujar, "Jika kelak ada kemajuan jaman tempat ini kuberi nama WATU PAYUNG."

Sementara menunggu dua abdinya, Joko Lelono mengamai keadaan di sekitar tempat itu. Ketika menoleh kearah utara Joko Lelono terkejut karena melihat cahaya yang sangat terang  sebesar lidi (dalam bahasa jawa sasodo lanang). Tempat itu sebenarnya adalah kerajaan para roh halus (lelembut) yang di pimpin oleh seorang Ratu yang bernama Dyah Ayu Putri Serang.

Joko Lelono kemudian menuju tempat asal cahaya itu. Dia bertemu dengan Dyah Ayu Putri Serang dan saling jatuh cinta. Karena memang Ratu dari kerajaan roh halus itu sangat cantik jelita.

Sesampainya dari mengambil payung, dua abdi itu kaget mengetahui Joko Lelono sudah tidak ditempat semula. Mereka yang memang memiliki kelebihan itu segera menyusul kearah utara. Mereka mendapati Gajah milik Joko Lelono ada dibawah sebuah pohon besar. Seketika itu pula mereka mencari keberadaan Joko Lelono. Akhirnya mereka menemukan Joko Lelono berada.

"Pangeran, pangeran telah terpesona dengan ratu para roh halus itu. Pangeran telah masuk kedalam istana." ujar Ki Jebres. "Jika kelak ada kemajuan jaman tempat ini kuberi nama TOMPAK, karena tempat keberadaan  kerajaan para roh halus ini bentuknya gunung yang tidak berpuncak (gunung tompak dalam bahasa jawa  diartikan gunung kang ora ono lancipe, katon papak)

Pangeran Joko Lelono ternyata sudah tidak bisa keluar dari istana para roh halus itu. Ia telah terkunci sebuah pintu yang mengapit.

"Paman berdua, abdiku yang sangat kukasihi, saya sudah tidak dapat keluar dari sini. Sudah menjadi janjiku untuk hidup bersama Dyah Ayu Putri Serang. Dan Paman, kutitipkan gajahku yang ada dibawah sana, terserah paman berdua bagaimana mengurusnya. Oh Paman, aku sudah tidak bisa keluar." rintih Joko Lelono dari dalam.

"Ya Pangeran, akan kami pelihara gajah itu." jawab dua abdinya yang setia itu, dan sebagai pengingat-ingat pintu batu ini kuberi nama LAWANG GAPIT." ujar abdinya itu.

"Paman menolehlah keutara, disana ada sepasang istri yang menetap disana, yaitu Ki Makarang. Mintalah belas kasihan mereka." ujar Joko Lelono.

Seketika itu juga dua abdi yang sangat setia itu menuju ke rumah Ki Makarang. Sesampainya disana mereka segera menghadap ki Makarang yang ternyata sudah tahu semuanya.

"Kyai berdua, saya tidak punya apa-apa, saya hanya memiliki ini, sebuah kelapa muda hijau dan ini tape dari ketan." ujar ki Makarang sembari menyerahkan pada Ki Merkak dan Ki Jebres

"Terima kasih Ki" jawab Ki Merkak dan Ki Jebres.

"Sekarang kembalilah kalian berdua ketempat dimana gajah Joko Lelono berada, gajah itu perang melawan naga milik Dyah Ayu Putri Serang." ujar Ki Makarang.

Saat itu juga, Ki Merkak dan Ki Jebres segera menuju pohon besar tempat gajah itu diikat. Sesampainya disana ternyata benar apa yang dikatakan Ki Makarang. Gajah dan Naga itu telah berperang dan diantara mereka tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Kedua hewan itu tubuhnya hancur terpisah pisah. Menangislah kedua abdinya itu mengetahui  gajah kesayangan Joko Lelono mati. Mereka lalu memendam kelapa muda pemberian Ki Makarang dengan dedaunan. Mereka lalu mencari bagian-bagian tubuh gajah dan naga itu.

Ternyata didekat tempat itu kepala ular naga dan kepala gajah berada saling berhadapan
"Besok jika ada kemajuan jaman, tempat ini kuberi nama NOGO." ujar Ki Jebres

Mereka lalu kembali mencari bagian lainnya. Mereka berjalan kearah selatan, disebelah selatan mereka menemukan tubuh ular naga yang terpotong-potong dan terlihat pusarnya (dalam bahasa jawa pusar = udel) dan dari pusar itu memancarlah mata air yang jernih

Ki Merkak berujar, "Kelak tempat ini akan menjadi sumber penghidupan anak cucu didaerah ini, dan ku beri nama UMBUL NGUDAL."

Saat menoleh keutara terkejutlah mereka, disana ada tubuh gajah yang telah berubah menjadi sebuah gunung. Lalu mereka berdua menamai gunung itu GUNUNG GAJAH MUNGKUR.

Add Umbul Nogo di Wonogiri 
Karena merasa lelah, Ki Merkak dan Ki Jebres teringat pada kelapa muda pemberian Ki Makarang. Namun mereka lupa disebelah mana mereka menaruhnya. Mereka lalu mencari menggunakan bambu kecil. Setelah mencari beberapa lama, ternyata kelapa muda belum juga ditemukan, namun tiba-tiba bambu kecil itu menancap pada  kelapa muda yang dicari-cari, ketika di cabut ternyata memancar sebauah mata air yang sangat besar.

"Kelak jika ada kemajuan jaman tempat ini kuberi nama UMBUL NOGO." ujar Ki Jebres.

Ternyata, karena begitu besarnya air yang memancar menyebabkan daerah disekitarnya, rumah Ki Makarang yang berada disebelah utara ikut terendam. Agar tidak semakin parah, Ki Merkak dan Ki Jebres segera menyumbat dengan:
1. Kambing (wedhus kendit = kambing yang tubuhnya dikelilingi warna putih tanpa putus)
2. Ijuk (duk)
3. Dandang

Seketika itu juga pancaran air mengecil. Ki Makarang berterima kasih kepada Ki Merkak dan Ki Jebres.

"Kyai, terima kasih telah menyelamatkan daerah saya." ucap Ki Makarang.

"Ya KI Makarang, kami berdua juga mengucapkan terima kasih karena telah memberi kami kelapa muda dan tapai ketan." jawab Ki Jebres. "Dan Ki Makarang, jadilah saksi bahwa daerah yang terendam air ini, saya namakan KARANGLOR. Dan pesan saya Ki Makarang, sumber air akan menjadi sumber kehidupan bagi anak cucu. Dan kelak jika anak cucu kita menanam padi disekitar sini hendaklah saat panen harus menyediakan kelapa muda, tebu dan badeg (badeg = tapai ketan), kami akan membantu anak cucu untuk memperoleh kemakmuran." ujar Ki Jebres panjang lebar.

"Baiklah, akan kuingat pesan Kyai." jawab Ki Makarang.

"Ya Ki. Ingatlah terus pesan kami maka kami akan membantu anak cucu kami dikaranglor ini secara sesingidan (secara gaib)." ujar Ki Jebres.

Setelah itu Ki Jebres dan Ki Merkak segera melanjutkan perjalanan setelah berpamitan kepada Ki Makarang.

https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A  ( KI COKRO ST )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar