Rabu, 27 April 2016

Kisah Pengabdian Jaka Tingkir di Kerajaan Demak



Tabir.com. Awal Mula Jaka Tingkir Mengabdi Di Kerajaan Demak – Inilah masa mulainya Jaka Tingkir Mengabdi di Demak Kota Wali – Setelah beranjak Dewasa, Dia (Mas Karebet) dibawa oleh oleh seorang janda dari Ki Ageng Tingkir. Disana ia sangat dimanja dan disayangi, dituruti semua apa yang dia inginkan. Lantaran janda Ki Ageng sangatlah kaya-raya, terhormat diantara tetangga desa, Mas Karebet lantas populer dengan sebutan Jaka Tingkir. Tindak-tanduknya tidak sama dengan anak-anak lain. Ia suka menyepikan diri di gunung, di rimba, atau di gua-gua hingga sepuluh malam atau 1/2 bln.. Kemauannya tidak bisa dihindari serta dihalangi. Disuatu hari Jaka Tingkir pulang lantas dipeluk oleh ibunya dan diberitahu, “Nak, anda janganlah sukai ke gunung-gunung. Ketahuilah bahwa orang yang sukai bertapa di rimba serta di gunung itu masih tetap kafir, belum berpedoman agama Kanjeng Nabi. Tambah baik anda berguru pada mukmin. ”

Ki Jaka lantas pamit bakal berguru pada seseorang mukmin. Ibunya merelakan. Ki Jaka pergi sendirian ke utara, ke timur hingga di Sela, untuk berguru pada Ki Ageng Sela. Ki Ageng sangatlah suka lihat Ki Jaka Tingkir. Ia lantas diangkat jadi cucunya, sangatlah dimanjakan hidupnya. Disana Ki Jaka suka mendalang sampai populer kepandaiannya mendalang. Ki Ageng Sela makin bertambah sayangnya. Mereka tak pernah berpisah. Bila Ki Ageng tengah menyepi, Ki Jaka juga di ajak.

Sesungguhnya Ki Ageng Sela tengah menyepi. Didalam batinnya besar sekali permintaannya ke Allah mudah-mudahan nantinya bisa turunkan beberapa raja yang kuasai tanah Jawa. Ia terasa masih tetap kerabat keturunan Raja Brawijaya di Majapahit. Saat itu Ki Ageng Sela telah tujuh hari tujuh malam tinggal di gubuk di ladang yang baru di buka, terdapat di samping timur Tarub yang dimaksud rimba di Renceh. Satu malam Ki Ageng tidur di situ. Jaka Tingkir tidur dibawah. Ki Ageng punya mimpi ke rimba membawa kapak bakal membabat rimba. Terlihat dalam mimpinya Ki Jaka Tingkir telah ada disana, serta semua pohon telah rubuh, ditarik oleh Ki Jaka Tingkir. Didalam mimpinya Ki Ageng heran sekali serta terbangun dari tidurnya. Jaka Tingkir masih tetap tidur dibawah, lantas dibangunkan. Ki Ageng ajukan pertanyaan, “Nak, sepanjang saya tidur apakah anda tak pergi-pergi? ” Jawab Ki Jaka, “Tidak. ”

Saat Ki Ageng Sela mendengar jawaban cucunya, sangatlah menyesal mengapa seluruhnya hanya mimpi. Bicara dalam batin, “Menyesal benar saya. Besar permintaanku pada Allah, serta sampai kini saya belum pernah memperoleh firasat sekian. ” Anak yg tidak memohon kepada-Nya ini jadi di beri firasat seperti itu. Ki Ageng lantas ajukan pertanyaan pada Ki Jaka Tingkir, “Nak, seingatmu dahulu pernah punya mimpi apa? ” Ki Jaka menjawab dengan cara terus-terang, “Ketika saya tengah tirakat di Gunung Telamaya, di situ saat malam saya tidur serta punya mimpi kejatuhan bln.. Saat itu juga Gunung Telamaya ada nada menggelegar. Saya lantas terbangun, mimpi itu arti apa? ” Ki Ageng yang mendengar narasi cucunya itu makin heran. Dalam batinnya apabila tak takut pada Allah, Ki Jaka bakal di buat celaka. Namun Ki Ageng sadar bila kodrat Allah tidak bisa tidak diterima oleh manusia.

Ki Ageng Sela berkata, “Nak, tak perlu ajukan pertanyaan apa arti impianmu. Itu bagus sekali, itu raja semua yang dimimpikan. Mengenai saran saya kepadamu, saat ini mengabdilah ke Demak. Itu bakal jadi perantaraan untuk bersua arti dari mimpimu. Saya menolong dalam doa saja. ” Ki Jaka Tingkir menjawab, “Saya bersedia melakukan perintah Eyang. Saya junjung tinggi selamanya. ” Ki Ageng berkata lagi, “Iya, Nak, saya bakal kurangi makan serta tidur. Mudah-mudahan anda bisa menemukannya. Namun Nak, mudah-mudahan anak-turunmu nantinya bisa jadi penerus wahyumu. ” Ki Jaka mengiyakan saja. Sesudah Ki Ageng Sela mendengar jawaban Ki Jaka itu sangat lega hatinya, panjang-lebar ajarannya pada Ki Jaka.

Ki Jaka Tingkir lantas pergi. Dalam perjalanannya ia singgah ke Tingkir, memberi tahu ibunya perintah Ki Ageng Sela. Ibunya berkata, “Nak, panduan Ki Ageng Sela itu benar sekali, jadi ada suatu hal yang diinginkan. Selekasnya kerjakan, namun tunggu dua orang pembantu saya. Baru saya suruh bersihkan rumput tanaman padi gaga. Mereka bakal saya suruh mengantarkan anda. Saya mempunyai saudara laki-laki sebagai abdi di Demak, namanya Kyai Ganjur jadi Lurah Suranata. Kepadanya anda kutitipkan serta menghadapkan pada sang raja. ”

Ki Jaka Tingkir menurut perintah ibunya. Lantas mereka pergi ke ladang menolong ke-2 pembantu itu menyiangi rumput. Hingga satu hari tak pulang-pulang. Sesudah saat Asar datanglah mendung serta hujan gerimis. Sunan Kalijaga tengah ada dekat ladang itu bertongkat cis. Ki Jaka Tingkir di panggil dari luar padang padi gaga itu. tuturnya, “Nak, anda itu senantiasa bersihkan tanaman padi gaga saja. Berhenti, cepatlah mengabdi ke Demak karena anda itu calon raja yang kuasai tanah Jawa. ” Usai berkata, Sunan Kalijaga lantas pergi ke utara. Sesudah telah tidak terlihat Ki Jaka pulang menceritakan pengalaman itu pada ibunya.

Mendengar itu ibunya sangat senang, dan berkata, “Nak, anda itu mujur sekali memperoleh panduan dari Sunan Kalijaga. Selekasnya berangkatlah ke Demak, janganlah menunggu-nunggu ke ladang gaga lagi. Bekasnya saya gotong-royongkan saja. ” Ki Jaka lantas pergi dibarengi dua orang pembantunya. Setelah tiba di Demak, berkunjung dirumah Kyai Ganjur.

Sultan Bintara telah tiba waktunya di panggil Tuhan. Ia meninggalkan enam putra. Nomer satu putri bernama Ratu Mas, telah bertemumi dengan Pangeran Cirebon. Nomer dua Pangeran Sabrang Lor yang menukar Raja. Lantas Pangeran Seda Lepen, Raden Trenggana, Raden Kandhuruhan. Bungsunya bernama Raden Pamekas. Pengganti raja itu tak lama. Ia mangkat belum berputra. Raja digantikan oleh Raden Trenggana serta bergelar Sultan Demak. Patih Mangkurat juga telah wafat, yang menukar patih yaitu anak laki-lakinya yang bernama Patih Wanasala. Kebijaksanaannya melebihi ayahnya. Beberapa bupati dibawah seluruhnya segan serta sayang.

Raden Jaka Tingkir telah di terima mengabdi pada Sultan Demak. Diterimanya pengabdiannya itu berawal dari satu momen. Waktu itu Sultan Demak keluar dari masjid, Ki Jaka baru duduk di tepi blumbang, kolam. ingin menyingkir tak dapat, karena terhambat oleh blumbang itu. Ki Jaka lantas melompati kolam itu dengan gerakan membelakang. Saat melihat itu Sultan Demak sangatlah terperanjat. Lantas ditegur. Ki Jaka menjawab bahwa dianya yaitu keponakan Kyai ganjur. Ki Jaka lantas dihadapkan serta diangkat jadi abdi.

Kanjeng Sultan sangatlah sayang pada Ki
Jaka Tingkir, karena rupanya tampan dan sakti kedigdayaannya. Makin lama Ki Jaka Tingkir diangkat jadi putranya, di beri wewenang keluar-masuk istana dan jadikan pimpinan prajurit tamtama, populer di semua kerajaan Demak. Selang beberapa saat lagi Sang Prabu mempunyai kemauan menaikkan prajurit tamtama lagi beberapa empat ratus orang. Sang Prabu mengambil serta pilih beberapa orang dari semua negeri serta pedusunan, diambil orang yang sakti serta kuat. bila telah diperoleh lantas diuji serta diadu dengan banteng. Bila dapat melekateng banteng sampai remuk kepalanya, di terima jadi prajurit tamtama.

Alkisah, ada orang dari Kedu Pingit, namanya Ki Dhadhung Awuk. Rupanya buruk, sangatlah sombong dengan kekuatannya. Ia datang ke Demak punya niat jadi prajurit tamtama. Sesudah dihadapkan Ki Jaka Tingkir, lantas di panggil. Sesudah lihat tampangnya Jaka Tingkir sangatlah tak sukai, karena rupanya sangatlah tak mengasyikkan. Lantas di tanya, berhubung di kampungnya telah populer kuatnya, beranikah dicoba untuk ditusuk? Jawabannya ya berani? Dhadhung Awuk lantas ditusuk dengan sadak kinang (alat untuk makan sirih). Dadanya pecah, lantas tewas. Rekan-rekan tamtama diminta menusuki dengan keris. Mayat Dhadhung Awuk lukanya sangat kronis.

Raden Jaka Tingkir kesaktiannya makin termasyhur. Ketika itu, kematian Dhadhung Awuk dilaporkan pada Sultan. Jaka Tingkir sudah membunuh orang yang ingin masuk jadi prajurit tamtama. Kanjeng Sultan sangatlah geram, karena ia yaitu raja yang sangatlah adil. Raden Jaka Tingkir lantas diusir dari Demak. Raja berikan duit duka pada pakar warisnya yang wafat sebesar lima ratus reyal.

Mengenai Raden Jaka Tingkir lantas pergi saat itu juga dari Demak. Siapapun yang lihat sangatlah kasihan seluruhnya, rekan-rekan prajurit tamtama juga menangisinya. Raden Jaka Tingkir sangatlah menyesal dengan tindakannya yang telah berlangsung serta begitui malu lihat beberapa orang Demak. Tubuhnya tidak berdaya. dalam hatinya sangatlah suka bila selekasnya mati saja. Maksud perjalanannya ke arah tenggara masuk ke rimba besar, tak terang yang dituju lantaran sangatlah bingung hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar