Tabir.com. Nama asli dari Joko Tingkir yaitu
Mas Karebet. Bapak Joko Tingkir adalah murid Syekh Siti Jenar yang bernama Ki Ageng
Pengging. Bapak Joko Tingkir memiliki rekan seseorang dalang yang bernama Ki Ageng
Tingkir. Waktu Joko Tingkir
dilahirkan, Ki Ageng tengah melakukan pergelaran wayang dengan Ki Ageng
Tingkir.
Tetapi sesudah pulang dari pertunjukan Ki Ageng Tingkir mendadak jatuh
sakit serta wafat. Ki Ageng Pengging pernah dituduh juga sebagai pemberontak
Kerajaan Demak hingga dihukum mati oleh Sunan Kudus. Sesudah Ki Ageng wafat,
Nyai Ageng Pengging yang disebut ibu Mas Karebet juga wafat sesudah jatuh
sakit. Mulai sejak tersebut Mas Karebet diasuh oleh Nyai Ageng Tingkir (istri
Ki Ageng Tingkir). Sepanjang diasuh oleh Nyai Ageng Tingkir, Mas Karebet tumbuh
jadi sosok pemuda yang sangatlah suka pada bertapa.
Mas
Karebet juga dijuluki Joko Tingkir lantaran dia masih tetap muda jadi anak
angkat Nyai Ageng Tingkir. Joko Tingkir juga berguru pada Sunan Kalijaga.
Terkecuali pada Sunan Kalijaga, dia sempat juga berguru pada Ki Ageng Sela.
Sesudah berguru, Joko Tingkir mau mengabdi ke kerajaan Demak. Disana Joko Tingkir tinggal di suatu rumah Kyai
Gandamustaka. Kyai Gandamustaka adalah saudara Nyi Ageng Tingkir sebagai
perawat Masjid
Agung Demak serta berpangkat lurah ganjur. Lantaran Joko
Tingkir pintar menarik simpati Raja Trenggana,
pada akhirnya Joko Tingkir diangkat jadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah
wiratamtama.
Sesudah
diangkat jadi kepala prajurit Demak,
Joko Tingkir di beri pekerjaan untuk menyeleksi tentara baru yang bakal masuk jadi
prajuritnya. Di antara calon tentara baru ada seorang yang bernama Dadungawu
yang sangatlah sombong dengan kesaktiannya. Lantas, Joko Tingkir menguji kesaktian Dadungawuk. Tetapi dalam uji kesaktian, Dadungawuk tewas
cuma dengan memakai Sadak Kinang. Mengakibatkan tewasnya salah satu calon
prajuritnya, Joko Tingkir dipecat Sultan Trenggono dari ketentaraan serta
diusir dari Demak.
Sesudah
diusir dari Demak,
Joko Tingkir berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro yang disebut
saudara tua ayahnya. Sesudah tamat berguru, dia kembali pada Demak berbarengan
ketiga murid yang lain, yakni Mas Manca, Mas Wila, serta Ki Wuragil. Dalam
perjalanan, rombongan Joko Tingkir
menyusuri Sungai Kedung Srengenge dengan memakai rakit. Mendadak nampak siluman
buaya yang menyerang mereka. Tetapi dengan kesaktian ke empat murid itu,
siluman buaya mampu untuk dikalahkan. Bahkan juga, siluman-siluman itu menolong
Joko Tingkir mendorong
rakit hingga ke maksud.
Ketika
itu, Sultan Trenggono dengan keluarganya tengah melakukan wisata di Gunung
Prawoto. Lantaran Joko Tingkir mau mencari simpati dari Trenggana untuk terima
Joko Tingkir kembali di kerajaan Demak, dia melepas seekor kerbau hilang
ingatan yang dinamakan Kebo Danu. Kerbau itu di beri mantra oleh Joko
Tingkir lewat cara di beri tanah kuburan
pada telinga kerbau. Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan raja, dimana
tak ada prajurit yang dapat hentikan kerbau itu. Mendadak Joko Tingkir nampak
serta hadapi kerbau hilang ingatan. Kerbau itu dengan gampang dibunuh ditangan
Joko Tingkir. Atas layanan Joko Tingkir,
Sultan Trenggono mengangkat kembali Joko Tingkir jadi lurah wiratama.
Joko
Tingkir lahir saat Ki Ageng Tingkir, guru Ayahnya (Ki Ageng Pengging atau Kebo
Kenongo), jadi dalang wayang papar, oleh karena itu Joko
Tingkir di sebut Karebet lantaran Wayang Papar yang terbuat dari kertas berbunyi “Kerebet-Kerebet”
apabila tertiup angin waktu hujan. Ki Ageng Pengging berguru Pada Syech Siti
Jenar, yang mengajarkan rencanaManunggaling kawulo gusti (Wahdatul Sujud) yang
dikira melenceng dari ajaran Islam. Ki Ageng Pengging di eksekusi oleh Sunan
Kudus atas Perintah Sultan Bintoro (Raden
Patah). Teman dekat tunggal Guru
Ki Ageng Pengging yaitu Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Selo, Ki Ageng Tarup, Ki
Ageng Ngerang, Ki Ageng Perlu, Ki Ageng Majasta, Ki Ageng Banyu biru, Ki Ageng
Nglawean, Ki Ageng Talpitu.
Empat
puluh hari lalu, Nyai Ageng Pengging Wafat, serta Karebet di bawa serta di asuh
oleh Nyai Ageng Tingkir (yang juga telah Janda) di desa Tingkir, oleh karena
itu dikenal juga sebagai Joko Tingkir.
Dalam perjalanan ke Demak,
Joko tingkir bersua dengan Sunan Kali Jaga lah yang meramalnya bahwa Nantinya
dia bakal jadi Raja Besar di Jawa.
Bukanlah
lantaran motif dendam ataupun yang lain, tetapi konflik di sini berlangsung
lantaran satu ketidaksamaan pandangan dalam kemaslahatan pengetahuan
Ma’rifatillah. Inilah simakannya, berubahnya karakter Arya Panangsang, berawal
dari kematian gurunya Panglima Pasopati agung Sunan Kudus, serta mulai sejak itu juga sifatnya sangatlah keras,
angkuh serta terasa paling sakti
didunia. Hal sejenis ini baginya tak ada lagi Wali yang dapat menuntunnya terkecuali (Alm) gurunya.
Cerita
pergantian karakter Arya Panangsang, bikin semua murid Wali yang lain terasa tercengang. Ya
siapa yang tidak kenal dengan nama Arya Panangsang, seseorang panglima perang
paling tangguh dengan semua kesaktian yang pernah
ada, beliau juga seseorang yang sangatlah arif serta bijaksana dalam semuanya,
tetapi dengan perubahannya sekarang ini bikin hati beberapa murid yang lain sangatlah terpukul.
Bagaimana
tidak, Arya Panangsang senantiasa mengumbar emosinya dengan menantang
seluruhnya juara sampai kerap bikin keonaran dimana-mana. Beberapa puluh bahkan
juga beberapa ratus juara yang terasa tersinggung atas kesombongannya pasti
selesai dengan kematian. Dalam situasi yg tidak menentu, salah satu murid Sunan Kali Jaga, yang
bernama Joko Tingkir,
menghadap gurunya untuk minta ijin manfaat melawan kesombongan Arya
Panangsang.
“Wahai
Joko Tingkir,
janganlah kau sia-siakan hidupmu cuma lantaran Arya Panangsang, sebenarnya
orang yang bakal kau hadapi yaitu hamba yang saat ini tengah zadabiyyah (Cuma
ingat pada Allah) jika hingga kau menang
jadi Allah murka kepadamu serta bila kau kalah, jadi dirimu bakal dilaknat
oleh-Nya, lantaran melawan orang yang tengah jatuh cinta pada tuhan-Nya,
diamlah sampai satu hari nantinya Allah mengijinkanmu”
Dengan
taat Joko Tingkir, segera
mengundurkan diri dari hadapan gurunya serta segera bertaubat pada Allah, atas
praduga yang kurang baik pada diri Arya Panangsang.
Juga Sunan Kali Jaga, sesudah
kepergian muridnya beliau segera meminta panduan pada Allah, atas perilaku Arya Panangsang, yang dikira telah melampui batas Syar’i serta akidah.
Dalam
situasi khusu’ mendadak Sunan Kudus,
nampak di hadapannya : “Assalamu alaikum ya Autadulloh” yang segera dibalas
oleh Sunan Kali Jaga :
“Waalaikum salam ya ahlul Jannah”
“Angger
KaliJogo, doamu hingga menggetarkan tiang surga serta alamul Arsy, saya mengerti
apa sebagai beban dihatimu, tetapi ketahuilah,,,, Allah sudah menggariskan lain
di Lauhul-Mahfud, bahwa Arya Panangsang, bakal jadi hamba solehnya dialamul
Jannah lantaran mati ditangan muridmu, sesama Waliyulloh. Datangilah istrinya
serta rayu dia supaya suaminya ingin dengarkan
apa yang kau inginkan”
Kemudian
Sunan Kali Jaga, segera
pergi meninggalkan tempat tinggalnya menuju istri Arya Panangsang yang bernama
Retno Kencono Wungu, putri dari Dewi Lanjar,
Penguasa Laut Utara.
Sesampainya di tempat maksud, nyatanya Arya
Panangsang, segera menunggunya : “Wahai
Quthbul Autad, saya tahu kau barusan bersua dengan guruku serta
merekomendasikan supaya istriku dapat menasehatiku, tetapi ketahuilah!!! saya
tak dapat dinasehati olehmu terkecuali dengan kematian”
Dengan
sambutan yang kurang mengenakkan hati ini pada akhirnya Sunan
Kali Jaga, segera undur pamit. Setelah itu
beliau tak segera pulang tetapi bersilaturrohmi kerumah istrinya Joko Tingkir, yang
bernama Dewi Nawang Wulan Sari, putri dari ibu
agung Nawang Wulan, Penguasa Pantai Selatan.
Tahu yang datang gurunya, suami istri ini sangatlah bersuka cita serta
cepat-cepat menjamunya penuh penghormatan. Sang Sunan juga segera menceritakan
perjalanannya mulai sejak bersua dengan Sunan Kudus sampai hingga datang kerumah
Arya panangsang.
https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A (KI COKRO ST )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar