Tabir.com. Adakah diantara anda yang sudah pernah mendengar atau membaca
keberadaan kerajaan Rahampu’u di masa silam baik itu dari pelajaran sejarah
maupun artikel-artikel di media-media? Saya yakin banyak yang belum tahu
walaupun anda orang asli sulawesi.
Memang
keberadaan kerajaan kuno ini antara ada dan tiada, seperti telah hilang ditelan
bumi kalau tidak ada penemuan-penemuan yang dipublikasikan serta orang-orang
yang peduli terutama Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.
Makam
raja La Makandiu menurut
keterangan penduduk asli terdiri dari 14 lapisan yang masing-masingnya
dipisahkan dengan kulit sapi. Benda-benda peninggalan di lapisan teratas sudah
di jarah orang-orang tidak bertanggungjawab tanpa diketahui pada sekitar tahun
1970an. Belum lagi paranormal-paranormal pencari
pusaka, logam mulia dan permata-permata kuno.
Masih
menurut keterangan orang-orang tua penduduk asli desa Matano, sebelum tahun
1970 di bukit dimana lokasi makam tersebut berada juga ada 40 patung-patung
prajurit dengan ketinggian antara 1.8 – 2 meter sebagai penjaga.
Kemudian
di bukit yang nampak lebih tinggi dari bukit makam raja La Makandiumasih ada lagi kompleks makam
yang lebih kuno lagi dari raja-raja sebelumnya.
Desa
Matano yang disebut dalam article tersebut, di masa lalu diduga adalah pusat
kerajaan kuno Rahampu’u yang sekarang keberadaannya sudah jarang sekali orang
tau.
Padahal
kerajaan Rahampu’u adalah sumber utama bahan baku besi mengandung nickel kadar
tinggi yang diolah oleh kerajaan luwu untuk kemudian di eksport ke majapahit di
abad 12 sebagai senjata (tercatat dalam
kitab negarakertagama).
Hal
ini diperkuat dengan hasil awal penelitian pada tahun 1998-1999 yang dilakukan
oleh beberapa arkelog yang tergabung dalam proyek penelitian The Origin of
Complex Society in South Sulawesi (OXIS) kerjasama
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan Australian National University
melakukan penggalian di perbukitan sekitar Desa Matano.
Dalam
laporan OXIS project dinyatakan:“The
world’s largest nickel-mining complex is located in the southern bank of Lake
matano, which has led to speculation that nickellifeous iron ore from the Matano
area was smelted to produce the famous pamor Luwu used in Majapahit krisses”.
Keindahan Danau Matano dari kejauhan
Apabila
anda ada kesempatan jalan-jalan ke desa matano maka saya yakin di desa yang
kini masih dikategorikan terpencil itu anda akan dapat melihat dan merasakan
kebesarannya di masa lampau dari situs-situs yang tersisa.
Tengkorak-
tengkorak kuno di goa-goa yang banyak ditemui, peninggalan- peninggalan yang
sering ditemukan secara tidak sengaja, aturan-aturan adat dan budayanya.
Sejauh
ini belum ada perhatian serius dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala
baik itu perlindungan lokasi, penelitian mendalam maupun penelitian arkeologi
lebih lanjut terkait dengan keberadaan kerajaan Rahampu’u dan desa Matano.
Sayang
sekali sebenarnya, bisa-bisa habis musnah keduluan orang-orang tidak
bertanggungjawab yang sekedar menggali mencari untuk kepentingan pribadi.
Kerajaan
Rahampu’u tersebut sudah hilang, sudah menjadi sejarah, pusat kerajaan sudah
berubah menjadi desa matano yang terpencil dari mana-mana. Matano artinya
kekuasaan orang-orang yang dikuburkan, matano dari kata tano artinya kubur.
Desa matano juga disebut sebagai pompesi (pohon
besi) karena kandungan Fe-nya.
Sama
halnya dengan kerajaan Luwu lama yang berpusat di Malangke. Malangke artinya
kita orang-orang yang malang. Palopo sebagai pusat kerajaan Luwu yang ada saat
ini artinya benamkan. Jadi nama adalah mengandung arti yang sangat bernilai,
jadi bukan apalah arti sebuah nama.
Rahampu’u artinya adalah Pusat
rumah atau Rumah pertama. Rahampu’u sangat erat kaitannya dengan Kedatuan Luwu,
oleh sebab itu jika kita berbicara mengenai Rahampu’u berarti Luwu dan
sebaliknya jika kita berbicara mengenai Luwu berarti Rahampu’u.
Di
masa jayanya, semua manusia yang tinggal di wilayah kekuasaan kerajaan
Rahampu’u dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:
1. ANAK MOKOLE terdiri dari penduduk asli desa Matano sekarang ini, yang tersebar di 5 kampung besar: Rahampu’u, Lembara, Lemogola, Gampusera dan Mata Alu.
1. ANAK MOKOLE terdiri dari penduduk asli desa Matano sekarang ini, yang tersebar di 5 kampung besar: Rahampu’u, Lembara, Lemogola, Gampusera dan Mata Alu.
2. IHI INIA adalah
anak suku yang datang dari tempat lain dan meminta pemukiman terhadap Raja
kerajaan Rahampu’u. Mereka berkampung di Sokoiyo(Nuha), Sobario (Sorowako) dan
Pontada.
3. PALILI adalah anak suku yang di
merdekakan oleh kerajaan Rahampu’u baik yang
kalah
perang atau yang minta perlindungan.
- To Taipa berkampung di daerah Bure.
- To Tambe’e bangkano tambalako berkampung
di daerah Landangi, Koropansu, dan Korolansa.
- To Karunsi’e berkampung di daerah
Salonsa, Dongi, Kaporesa, Sinangko dan Pae-pae.
- To Padoe bangkano kalende berkampung di
daerah Tabarano, Lioka, Wawondula dan Asuli
- To Kinadu berkampung di daerah Matompi,
Tawaki dan Tetenona.
- To Konde berkampung di Kawata.
- To Routa berkampung di Matompi, Lamangka,
Mahalona dan Towuti.
- To Lamundre berkampung di Lamundre,
Kolaka.
To Routa dan To Lamundre lepas
dari kerajaan Rahampu’u pada
tahun 1921, memutuskan bergabung pada kerajaan
Konawe (Kendari) karena adanya perbedaanpemahaman
setelah pemerintahan Hindia Belanda mulai meg-interfensiberbagai etnis di
Sulawesi terutama kerajaan Konawe, Luwu danRahampu’u.
Dari
lontara-lontara Rahampu’u yang masih tersimpan dan pewarisan cerita verbal
turun temurun diketahui bahwa struktur pemerintahan kerajaan Rahampu’u
mempunyai
susunan organisasi sbb:
1. MOKOLE: adalah
penguasa, pemimpin atau pemegang tahta kerajaan Rahampu’u.
2. MOHOLA: adalah pemimpin dari seluruh PALILI, sekaligus sebagai Panglima Perang, dan juga sebagai wakil dari Mokole untuk menghadiri acara para Palili bila ada acara yang dilakukan. Oleh karena itu yang berhak menjadi Mohola adalah keturunan asli Mokole Rahampu’u yang disebut juga sebagai Mokole Motaha.
3. PABITARA: adalah juru bicara resmi kerajaan dan juga sebagai Wakil Mokole untuk menghadiri bila dari salah satu anak suku mengadakan acara. Secara adat istiadat harus dijabat dari kalangan Mokole Motaha.
4. BONTO: adalah bangsawan pendamping khusus yang siap mendampingi pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh Mokole.
5. PAPANGARA: adalah orang yang bertugas menyampaikan dan memberitahukan berita kepada seluruh anak rakyat.
2. MOHOLA: adalah pemimpin dari seluruh PALILI, sekaligus sebagai Panglima Perang, dan juga sebagai wakil dari Mokole untuk menghadiri acara para Palili bila ada acara yang dilakukan. Oleh karena itu yang berhak menjadi Mohola adalah keturunan asli Mokole Rahampu’u yang disebut juga sebagai Mokole Motaha.
3. PABITARA: adalah juru bicara resmi kerajaan dan juga sebagai Wakil Mokole untuk menghadiri bila dari salah satu anak suku mengadakan acara. Secara adat istiadat harus dijabat dari kalangan Mokole Motaha.
4. BONTO: adalah bangsawan pendamping khusus yang siap mendampingi pada setiap aktifitas yang dilakukan oleh Mokole.
5. PAPANGARA: adalah orang yang bertugas menyampaikan dan memberitahukan berita kepada seluruh anak rakyat.
6. KARUA: adalah orang yang bertugas
menyampaikan berita kepada setiap Mohola Palili.
7. MIA MOTA’U: adalah para pemimpin / kepala suku masing-masing PALILI.
7. MIA MOTA’U: adalah para pemimpin / kepala suku masing-masing PALILI.
Pada
tahun 1672, Putera Mokole Rahampu’u bernama Lamboja menjadi Raja I di Larona
(kerajaan Bungku). Setelah itu menyusul Putera Mokole bernama Langginia pindah
di Epe menjadi pemimpin I di sana dan Putera Mokole bernama Oheo menjadi
pemimpin I di Wiwirano yang daerah pemerintahannya meliputi Laiwoi Utara,
Lawali dan Asera.
Pusat kerajaan Rahampu’u (dahulu) yang sekarang dikenal sebagai
desa Matano terletak di tepi barat danau Matano.
Danau Matano menurut WWF adalah
danau terdalam di Asia Tenggara dan urutan ke 8 terdalam di dunia dengan luas
130 kilometer persegi dan kedalaman 600meter. Di Danau Matano terdapat spesies
ikan endemik yang tergolong langka di dunia.
bentuknya
yang mirip dengan binatang purba. Bagi masyarakat setempat, ikan ini
diberi
nama “ikan buttini”. Setiap
saat ada saja peneliti asing tinggal berbulan-bulan di sekitar danau ini.
Peneliti indonesia ke mana ya?
Sementara
itu, di bibir Danau Matano yang sebagian adalah tebing batu papan, juga
terdapat beberapa lubang gua yang di dalamnya terdapat sisa-sisa peninggalan
sejarah
layaknya
di bukit-bukit dan dalam danau.
Seperti
tombak, parang, dan juga peralatan rumah yang terbuat dari besi tembaga,
emas,
perak dan kuningan, yang diperkirakan telah ada sejak ratusan tahun silam. Ada
juga
terdapat banyak tulang belulang dan tengkorak manusia.
“Tengkorak itu ada sejak ratusan tahun silam sebelum adanya ajaran
agama masuk, di mana leluhur kami belum mengenal yang namanya agama. Mereka
dulu dimasukkan ke dalam liang batu saat meninggal,” ungkap Mahading (86) penduduk
dusun Matano.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar