Replika Kerajaan Tulang Bawang, Lampung |
Tabirnews.com. Keberadaan nama Kerajaan Tulang Bawang (To-La
P’o-Hwang) sempat di kenal di tanah air. Meski tidak secara terperinci
menjelaskan, dari sejumlah riwayat sejarah maupun catatan penziarah asal
daratan Cina, mengungkap akan keberadaan daerah kerajaan ini.
Prasasti (batu bertulis) Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang menyebut,
saat itu Kerajaan Sriwijaya (Che-Li P'o Chie) telah berkuasa dan ekspedisinya
menaklukkan daerah-daerah lain, terutama dua pulau yang berada di bagian barat
Indonesia. Sejak saat itu, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang yang
sempat berjaya akhirnya lambat laun meredup seiring berkembangnya kerajaan
maritim tersebut.
Sejarah Indonesia dan
keyakinan masyarakat Lampung menyatakan pada suatu masa ada sebuah kerajaan besar
di Lampung. Kerajaan itu sudah terlanjur menjadi identitas Provinsi Lampung
dalam konteks Indonesia modern. Pertanyaan-pertanyaan yang selanjutnya
mengemuka adalah bagaimana asal mula Kerajaan Tulang Bawang, di mana pusat
kerajaannya, siapa raja yang memerintah dan siapa pula pewaris tahtanya hingga
sekarang.
Dalam perjalanan dan perkembangan sejarah kebudayaan dan perdagangan di
Nusantara digambarkan, Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan
tertua di Indonesia...
di samping Kerajaan
Melayu, Sriwijaya, Kutai dan Tarumanegara. Bahkan, Kerajaan Tulang Bawang yang
pernah ada di Pulau Sumatera (Swarna Dwipa) ini tercatat sebagai kerajaan
tertua di Tanah Andalas. Hal itu dibuktikan dari sejumlah temuan-temuan, baik
berupa makam tokoh-tokoh serta beberapa keterangan yang menyebut keberadaan
kerajaan di daerah selatan Pulau Sumatera ini.
Kebudayaan Tulang Bawang adalah tradisi dan kebudayaan lanjutan dari peradaban
Skala Brak. Karena dari empat marganya, yaitu Buai Bulan, Buai Tegamoan, Buai
Umpu dan Buai Aji, di mana salah satu buai tertuanya adalah Buai Bulan, yang
jelas bagian dari Kepaksian Skala Brak Cenggiring dan merupakan keturunan dari
Putri Si Buai Bulan yang melakukan migrasi ke daerah Tulang Bawang bersama dua
marga lainnya, yakni Buai Umpu dan Buai Aji.
Dengan demikian, adat budaya suku Lampung Tulang Bawang dapat dikatakan
lanjutan dari tradisi peradaban Skala Brak yang berasimilasi dengan tradisi dan
kebudayaan lokal, yang dimungkinkan sekali telah ada di masa sebelumnya atau
sebelum mendapatkan pengaruh dari Kepaksian Skala Brak.
Kebudayaan Tulang Bawang yang merupakan penyimbang punggawa dari Kepaksian
Skala Brak adalah satu kesatuan dari budaya-budaya dan etnis Lampung yang
lainnya, seperti Keratuan Semaka, Keratuan Melinting, Keratuan Darah Putih,
Keratuan Komering, Sungkai Bunga Mayang, Pubian Telu Suku, Buai Lima Way Kanan,
Abung Siwo Mego dan Cikoneng Pak Pekon.
Pembagian dan pengaturan wilayah kekuasaannya diatur oleh Umpu Bejalan Diway
berdasarkan daerah-daerah yang dialiri oleh sungai/way. Secara harfiah Bu-Way
atau Buay berarti pemilik sungai/way atau pemilik daerah kekuasaan yang
wilayahnya dialiri oleh sungai.
Semasanya, daerah ini telah terbentuk suatu pemerintahan demokratis yang di
kenal dengan sebutan marga. Marga dalam bahasa Lampung di sebut mego/megou dan
mego-lo bermakna marga yang utama. Di mana pada waktu masuknya pengaruh Devide
Et Impera, penyimbang marga yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan
Selapon. Sela berarti duduk bersila atau bertahta. Sedangkan pon/pun adalah
orang yang dimulyakan.
Ketika syiar ajaran agama Hindu sudah masuk ke daerah Selapon, maka mereka yang
berdiam di Selapon ini mendapat gelaran Cela Indra atau dengan istilah yang
lebih populer lagi di kenal sebutan Syailendra atau Syailendro yang berarti
bertahta raja.
Mengenai asal muasal kata Tulang Bawang berasal dari beberapa sumber.
Keberadaan Tulang Bawang, dalam berbagai referensi, mengacu pada kronik
perjalanan pendeta Tiongkok, I Tsing. Disebutkan, kisah pengelana dari
Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang biksu yang berkelana dari Tiongkok (masa
Dinasti Tang) ke India dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming
dan beberapa waktu pernah tinggal di Chang’an. Dia menerjemahkan kitab agama
Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina.
Berdasarkan catatan
dari I Tsing, seorang penziarah asal daratan Cina menyebutkan, dalam lawatannya
ia pernah mampir ke sebuah daerah di Tanah Chrise. Di mana di tempat itu, walau
kehidupan sehari-hari penduduknya masih bersipat tradisional, tapi sudah bisa
membuat kerajinan tangan dari logam besi yang dikerjakan pandai besi. Warganya
ada pula yang dapat membuat gula Aren yang bahannya dari pohon Aren.
Sewaktu pujangga
Tionghoa I Tsing datang melawat dan singgah melihat daerah Selapon, dari I
Tsing inilah kemudian di sebut lahirnya nama Tola P’o-Hwang. Sebutan Tola
P’o-Hwang dari ejaan Sela-pon. Sedangkan untuk mengejanya, kata Selapon ini di
lidah I Tsing berbunyi So-la-po-un.
Berhubung orang
Tionghoa itu berasal dari Ke’, seorang pendatang negeri Cina yang asalnya dari
Tartar dan dilidahnya tidak dapat menyebutkan sebutan so, maka I Tsing
mengejanya dengan sebutan to. Sehingga kata Selapon/Solapun disebutnya To-La
P’o-Hwang (Suara Pembangunan, 2005).
Memang hingga kini
belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan perkembangan kerajaan ini.
Namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke 4 masehi seorang
penziarah agama Budha bernama Fa-Hien (337-422) pernah melawat ke Sumatera.
Waktu itu, ketika Fa-Hien melakukan pelayaran ke India dan Srilangka, tapi ia
justru terdampar dan singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P'o-Hwang
(Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrise (Sumatera). Catatan Fa-Hien
tersebut menjelaskan akan keberadaan wilayah Kerajaan Tulang Bawang. Namun dia
tidak menyebut di mana persisnya letak pusat pemerintahan kerajaan ini.
Menurut riwayat turun
temurun yang dituturkan, mengenai penamaan Tulang Bawang salah satu sumber
menyebutkan bahwa sesuai dengan Kerajaan Tulang Bawang yang hingga kini belum
di dapat secara mutlak, baik keraton maupun rajanya, demikian juga
peninggalan-peninggalannya, bahkan abad berdirinya pun tidak dapat dipastikan,
sipat-sipat ini sama halnya dengan sipat bawang. Bentuk bawang, dikatakan
bertulang di mana tulangnya. Semakin dicari semakin hilang (kecil), sampai
habis tak bertemu dengan tulangnya.
Riwayat kedua, menurut
cerita-cerita dahulu raja Tulang Bawang ini banyak musuh. Semua musuh-musuhnya
itu harus dibunuh. Karena tempat pembuangan mayat ini di bawang atau
lebak-lebak yang akhirnya tertimbunlah mayat-mayat tersebut didalamnya, sampai
tinggal tumpukan tulang-tulang manusia memenuhi bawang/lebak-lebak di sungai
ini, maka di sebut Sungai Tulang Bawang.
Riwayat ketiga, pada
zaman raja Tulang Bawang yang pertama sekitar abad ke IV masehi, dikisahkan
permaisuri raja menghanyutkan bawang di sungai, yang sekarang di kenal dengan
sebutan Way (Sungai) Tulang Bawang. Kemudian Permaisuri itu menyumpah-nyumpah
“Sungai Bawang” lah ini. Semenjak itu, sungai tersebut dinamakan Sungai Tulang
Bawang atau Kerajaan Tulang Bawang (Hi. Assa’ih Akip, 1976).
Bila menggunakan
pendapat Yamin, maka penamaan Tolang P’o-Hwang akan berarti ”Orang Lampung”
atau ”Utusan dari Lampung” yang datang ke negeri Cina dalam abad ke 7 masehi.
Yamin mengatakan, perbandingan bahasa-bahasa Austronesia dapat memisahkan urat
kata untuk menamai kesaktian itu dengan nama asli, yaitu tu (to, tuh), yang
hidup misalnya dalam kata-kata tu-ah, ra-tu, Tu-han, wa-tu, tu-buh, tu-mbuhan
dan lain-lain.
Berhubung dengan urat
kata asli tu (tuh-to) menunjukkan zat kesaktian menurut perbandingan
bahasa-bahasa yang masuk rumpun Austronesia, maka baiklah pula diperhatikan
bahwa urat itu terdapat dalam kata-kata seperti to (orang dalam bahasa Toraja),
tu (Makasar dan Bugis). Dengan demikian, To-Lang P’o-Hwang berarti To= orang
dan Lang P’o-Hwang= Lampung. Sejak itu, orang-orang menyebut daerah ini dengan
sebutan Lampung (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Lampung, 1977/1978).
Menurut tuturan
rakyat, Kerajaan Tulang Bawang berdiri sekitar abad ke 4 masehi atau tahun 623
masehi, dengan rajanya yang pertama bernama Mulonou Jadi. Diperkirakan, raja
ini asal-usulnya berasal dari daratan Cina. Dari namanya, Mulonou Jadi berarti
Asal Jadi. Mulonou= Asal/Mulanya dan Jadi= Jadi. Raja Mulonou Jadi pada masa
kemudiannya oleh masyarakat juga di kenal dengan nama Mulonou Aji dan Mulonou
Haji.
Walaupun sudah sejak
651 masehi utusan dari Khalifah Usmar bin Affan, yaitu Sayid Ibnu Abi Waqqas
sudah bertransmigrasi ke Kyang Chou di negeri Cina dan meskipun dikatakan
utusan Tulang Bawang pernah datang ke negeri Cina dalam abad ke 7 masehi, namun
rupanya orang-orang Lampung kala itu belum beragama Islam.
Setelah memerintah
kerajaan, berturut-turut Raja Mulonou Jadi digantikan oleh putra mahkota
bernama Rakehan Sakti, Ratu Pesagi, Poyang Naga Berisang, Cacat Guci, Cacat
Bucit, Minak Sebala Kuwang dan pada abad ke 9 masehi kerajaan ini di pimpin Runjung
atau yang lebih di kenal dengan Minak Tabu Gayaw.
Jeng Asih, Ratu
Pembuka Aura dari Gunung Muria
Runjung (Minak Tabu Gayaw) memiliki 3 putra mahkota, masing-masing bernama Tuan Rio Mangku Bumi, Tuan Rio Tengah dan Tuan Rio Sanak. Tuan Rio Mangku Bumi pewaris tahta kerajaan di Pedukuhan Pagardewa, dengan hulubalang Cekay di Langek dan Tebesu Rawang. Sedangkan Tuan Rio Tengah mempertahankan wilayah Rantaou Tijang (Menggala) dan Tuan Rio Sanak mempertahankan wilayah daerah Panaragan dengan panglimanya Gemol (Minak Indah).
Dalam tuturan itu
dikatakan juga, untuk mengawasi daerah perbatasan, seperti Mesuji, Teladas,
Gedung Meneng, Gunung Tapa, Kota Karang Mersou, Gedung Aji, Bakung dan
Menggala, masing-masing tempat tersebut di jaga oleh para panglimanya guna
mengamankan wilayah dari serangan musuh, baik dari luar maupun dalam negeri
sendiri.
Pada masa Minak Patih
Pejurit (Minak Kemala Bumi) terlihat benar susunan struktur pertahanan ini.
Tiap-tiap kampung dijaga oleh panglima-panglimanya. Seperti di Kampung Dente
Teladas, dijaga Panglima Batu Tembus dan Minak Rajawali, dengan tugas pos
pertahanan pertama dari laut.
Arah ke hulu, Kampung
Gedung Meneng, Gunung Tapa dan Kota Karang, dengan panglimanya bernama Minak
Muli dan Minak Pedokou. Untuk pertahanan, tempat ini dijadikan pusat pertahanan
kedua. Sementara, Kampung Meresou atau Sukaraja, dijaga Panglima Minak Patih
Ngecang Bumi dan Minak Patih Baitullah, yang bertugas memeriksa (meresou)
setiap musuh yang masuk.
Minak Kemala Bumi atau
di kenal Haji Pejurit merupakan keturunan raja Kerajaan Tulang Bawang yang
telah beragama Islam. Ia lahir dan wafat pada abad ke 16 masehi. Minak Kemala
Bumi salah satu penyebar agama Islam di Lampung dan keturunan ke sepuluh dari
Tuan Rio Mangku Bumi, raja terakhir yang masih beragama Hindu.
Haji Pejurit atau
Minak Patih Pejurit atau Minak Kemala Bumi mendalami ajaran agama Islam berguru
dengan Prabu Siliwangi (Jawa Timur). Lalu ia memperistri putri Prabu Siliwangi
bernama Ratu Ayu Kencana Wungu. Anak cucu dari keturunan mereka selanjutnya
menurunkan Suku Bujung dan Berirung.
Selain catatan dan
riwayat, bukti adanya Kerajaan Tulang Bawang, diantaranya terdapat makam
raja-raja seperti Tuan Rio Mangku Bumi yang dimakamkan di Pagardewa, Tuan Rio
Tengah dimakamkan di Meresou dan Tuan Rio Sanak dimakamkan di Gunung Jejawi
Panaragan. Selain itu, ada pula makam para panglima yang berada di sejumlah
tempat.
Tuturan rakyat lain
mengatakan, raja Kerajaan Tulang Bawang bernama Kumala Tungga. Tak dapat
dipastikan dari mana asal raja dan tahun memerintahnya. Namun diperkirakan Kumala
Tungga memerintah kerajaan sekitar abad ke 4 dan 5 masehi (Sumber: Drs. Dafryus
FA, Menggala, 2009).
Sampai sekarang belum
ada yang bisa memastikan pusat Kerajaan Tulang Bawang. Tapi ahli sejarah Dr. J.
W. Naarding memperkirakan, pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang
Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagardewa, kurang lebih dalam radius 20
kilometer dari pusat ibukota kabupaten, Kota Menggala.
Meski belum di dapat
kepastian letak pusat pemerintahan kerajaan ini, namun berdasarkan riwayat sejarah
dari warga setempat, pemerintahannya diperkirakan berpusat di Pedukuhan, di
seberang Kampung Pagardewa. Kampung ini letaknya berada di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah, yang sekarang tempat itu merupakan sebuah kampung di Kabupaten
Tulang Bawang Barat, pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang.
Mengenai pusat
pemerintahan kerajaan ini, pada sekitar tahun 1960 terjadi peristiwa mistis
yang dialami salah seorang warga Kampung Pagardewa bernama Murod. Kejadian yang
dialaminya itu seakan menjadi sebuah ‘petunjuk’ akan keberadaan kerajaan yang
sampai kini letak pusat pemerintahannya belum juga ditemukan secara pasti.
Waktu itu, Murod
tengah mencari rotan di Pedukuhan. Kemudian ia ‘tersesat’ ke sebuah tempat yang
masih asing baginya. Di tempat tersebut, Murod melihat rumah yang atapnya
terbuat dari ijuk dan dipekarangannya terdapat taman. Di dalam rumah itu,
dilihatnya ada kursi kerajaan terbuat dari emas, gong serta perlengkapan
lainnya. (Hi. Assa’ih Akip, 1976 dan Hermani, SP, Pagardewa, 2009).
Meningkatnya kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke 7 masehi, di sebut dalam sebuah inskripsi
batu tumpul Kedukan Bukit dari kaki Bukit Seguntang, di sebelah barat daya Kota
Palembang mengatakan bahwa pada tahun 683, Kerajaan Sriwijaya telah berkuasa,
baik di laut maupun di darat. Dalam tahun tersebut berarti kerajaan ini sudah
mulai meningkatkan kekuasaannya.
Pada tahun 686, negara
tersebut telah mengirimkan para ekspedisinya untuk menaklukkan daerah-daerah
lain di Pulau Sumatera dan Jawa. Oleh karenanya, diperkirakan sejak masa itu
Kerajaan Tulang Bawang sudah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya, atau daerah ini
tidak berperan lagi di pantai timur Lampung.
Seiring dengan makin
berkembangnya Kerajaan Che-Li P'o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Kerajaan
Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya, dengan bertambah
pesatnya kejayaan Sriwijaya yang di sebut-sebut pula sebagai kerajaan maritim
dengan wilayahnya yang luas, sulit sekali untuk mendapatkan secara terperinci
prihal mengenai catatan sejarah perkembangan Kerajaan Tulang Bawang.
Sumber lain
menyebutkan, Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara
Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan
Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak
dapat menerima ajaran tersebut menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian
orang Melayu yang menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya
sendiri yang masih eksis. Pada abad ke 7 masehi, nama Tola P'ohwang diberi nama
lain, yaitu Selampung, yang kemudian di kenal dengan nama Lampung.
ALternatif Health Centre
TOEMAFHTRA AS-SYAKINAH
Kejari: B-46/0.2.25/DSP.4/12/2011
Anda Ingin Segera Sembuh Dari Penyakit? Segera Kunjungi Klinik Kami: Penyembuhan dan Pengobatan Dengan Menggunakan Ramuan Herbal Yang Sudah Diakui Khasiatnya Oleh Para Pakar dan Ahli Kesehatan Dunia.
RB.Wahyu Wibowo.SE.Msi.Ak.CA.CPAi
Spesialis: Strok, Diabetes, Kanker/Tumor, Darah Tinggi/Rendah, Syaraf (Badan Mati Separo), Maag, Ambeient, Asam Urat, Asma (TBC), Lemah Syahwat,Lama Tidak Punya Keturunan, Ruqyah (Ruwatan Islami)
Komplk: Lamigas Blok A No. 18 Meruyung, Limo – Depok
HP: 081586699981 – 081219630711
CV. PROTECH SERVICE INDONESIA
CV. PROTECH SERVICE INDONESIA
Selamat Datang di Website CV. Protech Service Indonesia. Kami merupakan perusahaan yang berdiri sejak 2007 bergerak dalam industri Gasket, Alat Mekanik Lainnya, Hidrolik, Bengkel Kapal, Spring mounting Anti vibrasi, restaurant kitchen hotel cathering, Mesin pengasapan Nyamuk, Safety Product, Hydraulic Tools, Hand Cleaner, Pneumatics, roda troli, Gasketing sealing compound anti seize bonding, Cold Galvanish Compound , Screen Wiremesh, Repair Bolt Thread, Mata bor reamer, Selang, Tube Fitting tubing valve, otomotif, isolasi panas. Kami berada di Jl. Meruya selatan DPR I no.17A , kembangan . ( dekat JORR W2 meruya selatan) Jakarta Barat . email : protechserviceindonesia@gmail.com ...... Temukan berbagai produk terbaik kami (Bonpet Inno autimatic, spring mounting, permatex loctite, minifogger mesin, roda trolley castor, wiremesh screen) dengan kualitas dan harga jual terbaik yang bisa Anda dapatkan. Segera Temukan Kebutuhan Anda di
www.protechserviceindonesia.com
Ki Cokro Santri Tunggal:
Mengatasi Berbagai Macam Masalah
KI COKRO ST,MASTER OF GENDAM: Mengatasi Berbagai Macam Problem Permasalahan Anda langsung Tuntas Tidak Ada Istilah gagal, Sudah Terbukti. Masalah: Pelet, Bisnis, Pelarisan, Kekebalan, Pengisihan Tenaga dalam, Ruwatan, Silat dll.
Hub: HP/WA: 08159852189. Condet, Jakarta Timur www.seputarmistik.com
https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A (KI COKRO ST)
“Semarak Pesta Kembang Api Spectakuler”
Kami Perusahaan jasa khusus pengadaan Bunga Api dan Special Efek berdiri sejak 1988, dengan pengalaman 20 tahun dalam melaksanakan pertunjukkan Bunga Api.Kami yang pertama dan terbaik di Indonesia
Kami, menggunakan Bunga Api Impor dengan kualitas terbaik Kelas Dunia yang dapat digunakan dalam rangka menunjang Kegiatan-kegiatan di dalam gedung maupun di luar gedung, khususnya acara malam Pergantian Tahun , Wedding Party, Ulang Tahun Perusahaan, Festival dll, dengan lebih aman dan spectakuler:
Info:085285179336 email: agyudhistira72@gmail
Info & pemesanan:
Padepokan Metafisika
Jeng Asih
Jl. Diponegoro 72, Pati – Jawa Tengah
Jl. Melawai Raya 17, Blok M – Jakarta Selatan
08129358989 -
08122908585
https://djengasih.com/blog/tips-merawat-wajah-agar-glowing-mempesona
Tidak ada komentar:
Posting Komentar