Tabir.com.
Perjalanan menuju Karawang sejujurnya terbilang membosankan. Sekeliling
perjalanan menuju kota penghasil beras ini adalah jalan bebas hambatan,
sawah-sawah gersang, struktur bangunan yang biasa saja, antrean macet di setiap
sekitar pasar & aliran kali Citarum. Walaupun kondisi airnya kotor layaknya
kali-kali di Jakarta, tapi Kali Citarum adalah pemandangan yang cukup
menghibur. Kali atau sungai, dalam imajinasi gw adalah saksi dari perkembangan
peradaban di sekelilingnya. Air adalah salah satu sumber penghidupan sejak
dahulu, maka tidaklah sulit mencari
sebuah pemukiman jika telah menemukan
aliran sungai.
Dan
perjalanan ke Karawang ketiga kali ini pun masih menyajikan imajinasi yang sama
ketika menyusuri Kali Citarum. Gw membayangkan tentang mereka para pendahulu
yang telah berhasil membuat struktur sejarah yang terbilang besar hingga belum
mampu dihapus masa, bahkan hingga hitungan ribuan tahun. Kehidupan macam apakah
yang mereka jalani saat itu?
Perlu diketahui, Kecamatan Batujaya, tempat dimana
sebuah komplek percandian di masa awal Kerajaan di Jawa Barat berada, adalah sebuah
lokasi yang dekat dengan garis pantai utara Jawa Barat, yaitu Laut Jawa. Angin
kering lautan serta aroma air laut cukup mudah dirasakan oleh mereka yang
merasa dekat dengan lautan.
Jadi, seberapa besar kira-kira pengaruh Kali
Citarum & akses Laut Jawa tersebut kepada pola kehidupan masyarakat
di sini ribuan tahun yang lalu. Kali Citarum sepanjang penyusuran gw, selalu
dekat dengan aktivitas masyarakat di sekelilingnya seperti mandi, mencuci,
irigasi sawah & bahkan sebagai sarana hiburan anak-anak yang berdomisili di
sekitarnya. Bukan tidak mungkin jika di masa lalu Kali Citarum menjadi sumber
air bersih bagi penduduknya.
Tidak
jauh dari aliran Kali Citarum, di tengah-tengah hamparan sawah & rawa
terdapat sebuah komplek percandian seluas 5 hektar dengan sekitar 22 situs yang
sudah maupun belum diekskavasi. Penelitian awal pada lokasi ini dimulai pada
tahun 1984, sedangkan kegiatan ekskavasinya dimulai pada tahun 1992 hingga
tahun 2006. Situs yang pertama kali digali & dipugar adalah Situs Segaran I
yang kini lebih dikenal dengan nama Candi Jiwa. Bersamaan dengan proses
pemugaran Candi Jiwa, menyusul kemudian dilakukan penggalian & pemugaran
Situs Segaran V yang kini bernama Candi Blandongan. Candi Serut adalah candi
berikutnya yang berhasil digali & dipugar dari 5 hektar area ini. Komplek
percandian ini kini lebih dikenal dengan nama Komplek Percandian Batujaya –
Karawang.
Candi Jiwa
![]() |
Lokasi Candi Jiwa Menjadi Arena Penggembalaan Ternak Warga |
Gw
tertegun melihat rupa Candi Jiwa pada kunjungan pertama itu. Bentuknya di luar
ekspektasi, ini adalah rupa candi yang berbeda dengan rupa candi yang kerap
kali gw temui di wilayah Yogyakarta & Jawa Tengah. Strukturnya terbilang
sederhana, berbahan batu bata merah dengan relief yang nihil. Candi Jiwa berbentuk
bujur sangkar dengan tumpukan batu bata tak beraturan pada puncaknya yang
diduga adalah sebuah bentuk dari padma atau bunga teratai, salah satu ciri khas
keagamaan Buddha. Tidak ada ruang maupun tangga masuk pada keempat sisi candi,
dugaannya candi ini pada masa lalu digunakan untuk kegiatan ‘Pradhaksina’.
Pada
beberapa sudut candi, gw masih menemukan sisa-sisa pembakaran hio yang
ditancapkan di tanah. Lalu pada sela-sela tanah basah di sekeliling candi, ada
sebaran cangkang-cangkang sejenis kerang kecil, entah kerang laut atau kerang
yang berasal dari rawa di sekitar komplek candi. Kali kedua kunjungan gw ke
Candi Jiwa, sebenarnya gw berharap memiliki kesempatan untuk melihat bentuk
candi ini dari atas. Dan upaya gw untuk memanjat pagar candi tampak sia-sia karena
gw tidak kuat menahan beban berat badan untuk berdiri di atas besi tipis pagar.
Candi Blandongan
Kunjungan
pertama gw ke Candi Blandongan terbilang singkat. Aktivitas para pemugar candi
& suara yang dihasilkan dari pekerjaan mereka membuat gw sungkan
berlama-lama di sana, apalagi waktu itu sebenarnya seluruh area Candi
Blandongan ditutup oleh pagar seng, yang secara tidak langsung berarti area
tersebut hanya dapat dimasuki oleh mereka yang berwenang. Sama dengan Candi
Jiwa, Candi Blandongan juga terbuat dari batu bata tanpa relief namun dengan
ukuran yang lebih luas. Selain perbedaan pada luas, Candi Blandongan juga
memiliki 4 buah tangga pada setiap sisinya.
Bagaimanapun
singkatnya kunjungan pertama itu, gw merasa sangat bersyukur pernah berkunjung
ke Candi Blandongan ketika candi ini belum selesai dipugar. Kenapa? Karena pada
kunjungan kedua, pemugaran Candi Blandongan telah selesai namun sayangnya akses
naik pada keempat sisi tangganya ditutup oleh pagar kayu. Pada kunjungan
pertama, gw masih bisa naik melihat rupa bagian dalamnya serta melihat
ukuran & serat-serat aus batu bata asli candi ini. Tapi jangan kecewa kalau
penasaran dengan rupa batu bata asli penyusun candi ini, ada beberapa
bongkah batu bata asli yang sengaja ditinggalkan di bagian belakang &
bagian kanan candi sebagai perbandingan.
Candi
Serut
Letak Candi Serut dari Candi Jiwa & Candi Blandongan terbilang agak jauh. Kalau membawa mobil atau motor, gw menyarankan untuk memutar bersama kendaraan saja, kecuali kalau kalian lebih suka menyusuri ratusan meter pematang sawah yang lebarnya agak sedikit kurang manusiawi untuk disusuri oleh kaki orang dewasa.
![]() |
Candi Serut |
Begini
kondisi Candi Serut pada kunjungan awal itu, seluruh kaki candi terbenam
genangan air. Candi Serut terlihat mengapung di kolam kecoklatan bersama
sekelompok bebek yang sedang melalung. Tingginya air membuat pondasi candi
tidak bisa terlihat & tentu saja tidak memungkinkan gw untuk turun. Selain
terkendala oleh air yang mengelilingi area candi, Candi Serut juga tidak
memiliki lorong masuk atau tangga untuk menuju ke area tengahnya. Lagi-lagi
seperti tetangganya, Candi Serut pun terbuat dari batu bata , polos tanpa
relief. Uniknya, di bagian depan Candi Serut terlihat ada semacam pagar batu
bata yang tersambung dengan badan candi yang saat itu proses penggaliannya
belum selesai.
Kalau
merunut info ilmiah perihal komplek percandian ini, masih ada belasan lagi
situs candi yang belum digali. Setiap kali membayangkan kemungkinan-kemungkinan
bentuk candi atau situs yang kelak akan terkuak setelah penggalian selalu
membuat gw terbuai dalam imaji. Gw membayangkan sebuah komplek percandian yang
masih dikelilingi area persawahan dan sungai Citarum, persis seperti imajinasi
gw tentang kehidupan di masa itu. Hanya candi, sawah dan sungai, tanpa
terusik bangunan-bangunan masa kini.
https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A ( KI COKRO ST)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar