Gunung Lawu yang
terletak di perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dan Magetan, Jawa
Timur, menyimpan sejuta cerita. Gunung Lawu penuh sejarah yang sangat erat
kaitannya dengan kerajaan terbesar di nusantara, Kerajaan
Majapahit.
Berdasarkan cerita di
tengah masyarakat sekitar, gunung tertua di Pulau Jawa merupakan tempat Prabu
Brawijaya mengasingkan diri. Raja Majapahit terakhir itu menjadikan Gunung Lawu
sebagai area pertapaan di sisa hidupnya, dan didampingi oleh dua abdi dalem
setianya yaitu Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
Konon, Prabu Brawijaya
memilih mengasingkan diri di gunung tersebut lantaran menghindari kejaran
anaknya, Raden Patah. Prabu Brawijaya menghindari pertumpahan darah karena
menolak mengikuti aliran kepercayaan yang dianut Raden Patah.
Beliau juga mendapat
wangsit bahwa kejayaan Majapahit dengan kepercayaan Hindu akan pudar, dan
diganti dengan kejayaan kerajaan baru yaitu Demak, yang dipimpin putranya,
Raden Patah.
Selain untuk
menjauh dari kejaran putranya, Brawijaya juga menghindar dari pasukan Adipati
Cepu yang memiliki dendam kesumat padanya. Terlebih lagi, saat itu Majapahit
mulai runtuh, sehingga Adipati Cepu semakin berani menentang Brawijaya.
Terus-terusan dikejar,
ternyata memancing rasa sakit hati dan kekecewaan. Prabu Brawijaya pun
mengucapkan sumpah yang isinya melarang seluruh keturunan Adipati Cepu maupun
orang dari Cepu naik ke Gunung Lawu. Sampai saat ini, pendaki dari daerah
tersebut tak berani ke Gunung Lawu, karena diyakini mereka yang melanggar akan
mendapat celaka.
Keberadaan Prabu
Wijaya di Gunung Lawu ditandai dengan adanya batu nisan yang dipercaya sebagai
petilasan. Penduduk sekitar menyebutnya Sunan Lawu. Tempat itupun dikeramatkan
hingga kini.
Seorang spiritual Jawa
sekaligus juru kunci Gunung Malang yang merupakan anak Gunung Lawu, Budiyanto,
mengatakan, Lawu menjadi salah satu pusat budaya dan tempat sakral di Pulau
Jawa.
"Misalnya
Candi Ceto, Candi Sukuh, juga petilasan Raden Brawijaya di puncak Lawu
yakni cungkup (rumah kecil yang di tengah-tengahnya terdapat
kuburan)," kata Budiyanto
Menurutnya, Lawu
merupakan gunung purba. Berdasar catatan sejarah, gunung tersebut pernah
meletus dahsyat. Ini dibuktikan dengan adanya bebatuan berukuran besar yang
bertebaran di wilayah sekitar kaki gunung.
"Contohnya batu
yang ada di depan monumen Bu Tien di Desa Jaten. Ukurannya cukup besar dan dan
sangat berat. Belum lagi yang berada di wilayah Matesih, Karangpandan, dan yang
lainnya, " jelasnya
Gunung yang membelah
dua provinsi itu, juga terkenal akan keragaman flora dan fauna yang sampai saat
masih terjaga kelestariannya. Masyarakat setempat sangat takut merusak hutan
sekitar Lawu, karena meyakini akan terkena tuah penjaga gunung.
"Jika kita
menjaga alam, maka ia akan menjaga kita dengan baik," pungkasnya.
Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan besar yang pernah
ada di Nusantara. Mulai dari Presiden Sukarno dan M
Yamin menjadikan dua kerajaan besar tersebut sebagai pijakan dan
landasan bagi negara Indonesia yang modern dan terbentuk pada pertengahan abad
ke-20.
Sebagai sebuah kerajaan besar pada abad ke-14 tentu saja
Majapahit memiliki kelengkapan dan aparat lengkap dalam menjalankan roda
pemerintahan. Untuk menjaga kedaulatan negara dari serangan musuh-musuh,
Majapahit memiliki kekuatan militer yang terdiri dari Angkatan Darat (AD) dan
Angkatan Laut (AL). Kemudian sistem ekonomi Majapahit ditopang dengan
perdagangan sebab Majapahit adalah kerajaan dengan corak maritim.
Dalam kaitannya dengan keamanan dan ketertiban, Kerajaan
Majapahit juga memiliki aturan atau undang-undang yang digunakan untuk
menegakkan keadilan, menghukum para pelaku kejahatan dan memulihkan ketertiban
umum. Kerajaan Majapahit juga sudah memiliki kitab undang-undang yang tidak
kalah hebat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kaitannya
dengan persoalan perdata, Kerajaan Majapahit juga sudah mengatur hukum perdata
bagi warga negaranya.
Slamet Muljana dalam bukunya Tafsir Nagara Kretagama
terbitan LKIS tahun 1979 menjelaskan kitab undang-undang yang dijadikan acuan
pada zaman Kerajaan Majapahit disebut Kitab Kutara Manawa. Kitab
Kutara Manawa sendiri disadur dari kitab-kitab hukum yang berasal dari tanah
India semisal Manawadharmasastra.
Kitab undang-undang Majapahit yang disebut Kutara Manawa disebut
dalam Kitab Negarakretagama, sebuah kitab yang membahas tuntas
Kerajaan Majapahit. Kitab Kutara Manawa terdiri dari 275 pasal. Dalam pasal 23
dan 65 kitab undang-undang itu disebut Kutara Manawa.
"Kitab undang-undang Majapahit disebut Kutara Manawa atau
Agama," tulis Slamet dalam bukunya.
Pakar sejarah alumnus Universitas Louvain, Belgia tahun 1954
melanjutkan, Kitab Kutara Manawa adalah sebuah kitab yang berisikan
aturan-aturan mengenai hukum pidanadan juga perdata. Namun antara pidana dan
perdata belum ada pemisahan jelas, satu sama lain masih tercampur.
Secara umum beberapa persoalan pelanggaran pidana yang diatur
adalah soal pencurian, pembunuhan, perbuatan melukai orang lain dan sebagainya.
Bab-bab semisal jual beli, perkawinan, warisan, perceraian, gadai, utang
piutang yang semuanya masuk dalam ranah perdata juga sudah dibahas dalam kitab
Kutara Manawa. Sedangkan hukuman yang diterapkan berupa hukuman mati, atau
hukuman berupa denda yang dibayar dengan uang.
Candi Peninggalan Majapahit
Untuk menjatuhkan vonis mati kepada seseorang juga tidak
main-main. Dalam pasal 3 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa hukuman mati
dijatuhkan kepada seseorang yang membunuh orang tidak berdosa, seseorang atau
siapa saja yang menyuruh membunuh orang tidak berdosa dan barang siapa melukai
orang tidak berdosa, maka mereka dijatuhi hukuman mati.
"Hukuman mati ini disebut dengan istilah Pati,"
sambung Slamet.
Hukuman mati juga dijatuhkan kepada seorang pencuri yang
tertangkap dalam melakukan aksi jahatnya. Sedangkan anak-isterinya serta
hartanya diambil alih oleh raja. Jika pencuri itu ingin mengajukan permohonan
hidup maka ia harus menebus pembebasannya dengan membayar denda kepada raja dan
membayar ganti rugi dua kali lipat kepada orang yang hartanya ia curi.
Susunan Pengadilan
Untuk menjatuhkan vonis bersalah kepada seseorang, Kerajaan
Majapahit juga memiliki hakim yang disebut dharmmadyaksa dan
terdiri atas dua orang. Semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja
yang disebut Sang Amawabhumi, yang memiliki arti orang memiliki atau menguasai
negara.
Orang yang bisa duduk sebagai hakim adalah mereka yang memiliki
moralitas dan etika mumpuni, sebab tugas hakim adalah mengadili seseorang.
Karena itu yang duduk dalam posisi hakim adalah para pemuka agama. Sama seperti
pengadilan modern, seorang hakim dalam menjalankan pekerjaanya dibantu oleh
panitera. Pada masa Majapahit panitera disebut dengan Upapatti.
Dalam memutuskan sebuah perkara, para hakim di Kerajaan
Majapahit memegang teguh prinsip keadilan (justice), sehingga kepastian
hukum (certanity) bisa terwujud dan kebahagiaan bagi sebanyak-banyak
orang juga bisa diwujudkan.
Setidaknya ada dua kasus perselisihan yang terjadi antara para
pejabat dengan rakyat biasa. Dalam prasasti Bandasar yang tidak diketahui
tanggalnya diuraikan perselisihan milik tanah Manah di desa Manuk antara Mapanji Sarana dan para pejabat
dari daerah Sima Tiga.
Untuk menuntaskan kasus tersebut para hakim memangil pihak
berperkara lengkap dengan keterangan saksi dari kedua belah pihak. Setelah
menelaah kasus dengan seksama dan mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim memutuskan
para pembesar Sima Tiga yang diwakiliPanji
Anawung Harsa kalah. Kemudian tanah tersebut diberikan kepada
Mapanji Sarana yang merupakan penduduk desa di Desa Manuk.
Kasus hukum lain yang terjadi antara penduduk desa Walandit
dengan para pejabat dari Desa Himad. Para penduduk desa Walandit mendapat tugas
memelihara dharma kabuyutan (candi leluhur) di desa Walandit
yang merupakan peninggalan Raja Sindok pada pertengahan abad ke-12.
Dalam perkembangannya desa Himad menguasai desa Walandit dan
mengklaim candi beserta tanah di sekitarnya. Perkara tersebut lantas diadukan
kepada raja. Namun perkara tersebut diputuskan diluar pengadilan (non
litigasi). Dalam sengketa tersebut para pejabat Himad dikalahkan, sedangkan
orang-orang walandit tetap menjalankan tugasnya menjaga candi leluhur
peninggalan Raja Sindok.
Sabdapalon
adalah pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir yang beragama Hindu
dari kerajaan Majapahit di Jawa (memerintah tahun 1453 – 1478 ).
Tidak
diketahui apakah tokoh ini benar-benar ada, namun namanya disebut-sebut dalam
Serat Darmagandhul, suatu tembang macapat kesusastraan Jawa Baru
berbahasa Jawa Ngoko.
Dalam
Serat tersebut, disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu
Brawijaya digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan
dari Walisongo (walaupun pada umumnya dalam
sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa Brawijaya digulingkan oleh
Girindrawardhana).
Ia
lalu bersumpah akan kembali setelah 500 tahun, saat korupsi merajalela dan
bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa dan mengembalikan kejayaan agama
dan kebudayaan Hindu (dalam Darmagandhul, agama orang Jawa disebut agama Buda).
Serat Damarwulan dan Serat Blambangan juga mengisahkan tokoh ini.
Pada
tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas
ramalan Sabdapalon tersebut. Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan revivalis
Hindu di Jawa serta di kalangan aliran tertentu penghayat kejawen. Patung untuk
menghormatinya dapat dijumpai di Candi Ceto, Jawa Tengah.
Sabdapalon
seringkali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong, sesama penasehat
Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh ini orang yang sama atau
berbeda.
Ada
yang berpendapat bahwa keduanya merupakan penggambaran dua pribadi yang berbeda
pada satu tokoh. Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol
dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).
Dalam
bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135–1157) Sabda Palon juga disebut-sebut,
yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara
Indra (berhubungan dengan ramalan joyoboyo). Berikut isinya:
…;
mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan;
kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso
Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur;
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.
Artinya : …..;
menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan
jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tri tunggal nan
suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong.
nglurug
tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga
adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para
pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu
wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong
ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering
kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.
Artinya :
menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka
ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat;
bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya
Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak
terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman
kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad
raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
Mitologi
ini sebenarnya memiliki makna bahwa para penguasa yang diasuh (dimong) Sabda
Palon itu merupakan penguasa yang memiliki “kedaulatan spiritual”, yaitu
penguasa yang Agung Binathara. Penguasa yang dipatuhi oleh seluruh rakyatnya
dan disegani oleh penguasa-penguasa negara lain.
Cerita
yang banyak diyakini oleh para ahli kebatinan, tugas Sabda Palon terakhir
adalah ngemong Prabu Brawijaya di Majapahit. Sabda Palon memilih berpisah
dengan momongannya, karena Prabu Brawijaya pindah agama, dari Agama Siwa-Buddha
(campuran Jawa-Hindu-Buddha) menjadi Islam yang datang dari Arab.
Dengan
begitu, Prabu Brawijaya dianggap telah kehilangan kedaulatan spiritual-nya.
Sabda Palon memilih mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai pamong raja
kemudian bertapa tidur di pusat kawah Gunung Merapi selama 500 tahun.
Selama
Sabda Palon bertapa itu, tanah Jawa tidak akan memiliki kedaulatan lagi, serta
tidak dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Terbukti, bahwa sejak jaman Demak
hingga Mataram Islam, para Sultan-nya perlu memohon legitimasi kekuasaannya
kepada ulama Mekah, sedang para Sultan dari wilayah Sumatera dan Banten serta
banyak lagi dari Indonesia Timur, memohon legitimasinya dari Daulah Ottoman
Turki.
Kesultanan
Aceh, sebelum perang melawan Belanda, sebenarnya adalah salah satu wilayah
Kesultanan Turki itu. Setelah itu Jawa dan Nusantara dijajah Belanda, Inggris
dan Jepang.
Meskipun
dapat dikaji seperti itu, tetapi sebaiknya cerita mitologi Jawa tentang Sabda
Palon itu jangan diartikan sebagai penolakan Jawa terhadap Islam. Karena tidak
ada ceritanya peradaban dan kebudayaan Jawa itu menolak masuknya paham agama
macam apa pun. Malah Jawa biasanya dapat mendukung sehingga agama-agama yang
masuk itu mencapai keemasannya di tanah Jawa.
Tutunan
Jawa tentang penyembahan pribadi kepada Yang Maha Kuasa dibebaskan, terserah
kepada pilihan masing-masing. Mau menyembah dengan cara agama apa saja tidak
akan pernah disalahkan. Pokoknya, paham dasar yang harus dilaksanakan setiap
manusia adalah ketika hidup bermasyarakat bergaul dengan sesama makhluk Tuhan
Yang Maha Agung, jenis apa pun.
Kewajibannya,
setiap orang diharuskan ikut memperindah keindahan jagad dengan cara memelihara
dan melestarikan keselarasan (keharmonisan) antar sesama makhluk, dan mejauhkan
diri dari perselisihan.
Cerita
Sabda Palon itu apa bila benar-benar di dalami sungguh-sungguh, malah jelas
menggambarkan kesalahan Prabu Brawijaya dalam mengelola kedaulatan yang
digenggamnya. Sebab Prabu Brawijaya yang kaya-raya dan berkedudukan sebagai
maharaja (diugung raja brana lan kuwasa) lupa melaksanakan amanah kedaulatannya
dengan benar.
Ceritanya,
Prabu Brawijaya terakhir memiliki selir yang banyak sekali, maka anaknya juga
sangat banyak. Semua anak-anak itu lalu diberi “kedudukan” mengurus
pemerintahan negara Majapahit.
Oleh
sebab itu, raja Majapahit lalu hilang kewibawaannya. Negara besar itu menjadi
ringkih. Akhirnya ketika para Bupati Pesisir membantu Demak berperang dengan
Majapahit, rakyat Majapahit tidak mau membela atau tidak ikut
mempertahankannya.
Sabda
Palon, sebenarnya merupakan simbul atau personifikasi kesetiaan rakyat kepada
rajanya, kepada pemimpin negaranya atau kepada pemerintahnya. Sabda Palon
memilih pisah dari Prabu Brawijaya, berarti rakyat sudah kehilangan
kesetiaannya kepada raja Majapahit itu. Istilahnya terjadi pembangkangan publik
terhadap kepemimpinan Brawijaya, tidak mau membela kerajaan ketika berperang
melawan Demak dan Bupati-bupati Pesisir.
Cerita
itu disamarkan dengan pernyataan, bahwa Sabda Palon akan bertapa tidur selama
500 tahun. Cerita itu juga memuat pengertian, bahwa 500 tahun setelah runtuhnya
Majapahit, rakyat Jawa (Nusantara) akan tumbuh kembali kesadarannya sebagai
bangsa terjajah dan akan memiliki kesetiaan kembali kepada pemimpin bangsanya.
Munculnya rasa kebangsaan dan kesetiaan terhadap tanah air itu digambarkan
tidak dapat dibendung seperti meletusnya Gunung Merapi.
Ramalan Sabda Palon Yang Sudah Diterjemahkan dari Bahasa
Jawa Kuno Ke Bahasa Indonesia
1.
Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang negara
Mojopahit. Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan
Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong.
2.
Prabu Brawijaya berkata lemah lembut kepada punakawannya: “Sabda-Palon sekarang
saya sudah menjadi Islam. Bagaimanakah kamu? Lebih baik ikut Islam sekali,
sebuah agama suci dan baik.”
3.
Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya
ini raja serta pembesar Dah Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak
cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.
4.
Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami
mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Buda lagi,
saya sebar seluruh tanah Jawa.
Kira-kira
dari bait dibawah inilah, kejadian meletusnya gunung merapi yang sebelumnya di
sebutkan sebagai tempat bertapanya Sabda Palon di sangkut pautkan…
5.
Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan
dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belu saya hancur leburkan. Saya
akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi
meletus dan memuntahkan laharnya.
6.
Lahar tersebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda
kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda. Kelak Merapi akan
bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus
bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.
7.
Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta
Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah.
Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga
banyak yang meninggal dunia.
8.
Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan
tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut
sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.
9.
Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang bekerja
hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah hatinya. Saudagar
selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak seberapa. Orang tanipun
demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang di hutan.
10.
Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun banyak yang
hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar
rusak moral manusia. Bila hujan gerimis banyak maling tapi siang hari banyak
begal.
11.
Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak
mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal
tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit
tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal
dunia.
12.
Bahaya penyak ana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat
waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai
meluap banjir sehingga bila dilihat persis lautan pasang.
13.
Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu
banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut.
Batu-batu besarpun terhanyut dengan gemuruh suaranya.
14.
Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri
sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal sedangkan
kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal
sedikitpun.
15.
Gempa bumi tujuh kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia. Tanahpun
menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia ke dalam tanah.
Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit. Penyakitpun
rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka meninggal dunia.
16.
Demikianlah kata-kata Sabda Palon yang segea menghilang sebentar tidak tampak
lagi diriya. Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun sejenak. Sama sekali
tidak dapat berbicara. Hatinya kecewa sekali dan merasa salah. Namun bagaimana
lagi, segala itu sudah menjadi kodrat yang tidak mungkin diubahnya lagi.
Ramalan
ini bukan hal yang baru lagi namun masih menyisakan tanya dan rasa penasaran.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian meletusnya Gunung Merapi pada tahun
2006, dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang
tertinggi: “Awas Merapi”.
Saat
kejadian itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu
tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya
Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo
Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu –
Budha (Syiwa Budha).
Di
dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila
angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 6 = 17 ( 1 +
7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah
raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang
hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu,
Allah SWT.
Sedangkan
angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan
dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian
ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang
Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi.
Di
dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh
seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau
sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).
Mitos adanya ritual hubungan intim
dengan selingkuhan, pada saat menjalani laku ritual di Gunung
Kemukus, tidak hanya menjadi mitos kontroversi yang kian hari kian menarik
untuk di kupas dan di simak. Meski kerap cerita tersebut di tulis berdasarkan
versi mitos dan sejarah, tetapi terkait dengan cara ritual melakukan hubungan
seks dengan selingkuhan di Gunung Kemukus, rupanya selalu memiliki
daya tarik untuk di simak. Proses ritual seperti itu, di kalangan masyarakat
Jawa di kenal dengan istilah ‘ Pesugihan Sebrah Lonte’ .
Jika menelisik lebih dalam di beberapa versi cerita
yang beredar di masyarakat sekitar Gunung Kemukus, menyoal perjalanan
hidup Pangeran Samudro dan R.A. Ontrowulan, rupanya kisah hidup merekalah
yang menjadi panutan para pelaku ritual pada saat mereka ngalap berkah untuk
tujuan keduniawian.
Sebagai obyek wisata religi yang terletak di Kecamatan
Sumberlawang, Sragen. Gunung Kemukus berada di tepi luapan waduk Kedung Ombo.
Oleh sebab itu apabila debit air waduk dalam posisi penuh, para pelaku ritual
harus menyeberangi waduk dengan menggunakan jasa perahu milik warga, untuk lalu
lintas keluar masuk Gunung Kemukus.
Gunung setinggi kurang lebih 300meter dari atas permukaan
air laut ini, berada di kawasan bukit kapur. Pada saat musim kemarau datang,
penduduk hanya mengandalkan hasil pertanian tanaman jagung. Sedangkan pada saat
musim hujan barulah mereka bercocok tanam padi. Selain hasil dari bercocok
tanam, mencari ikan di waduk juga menjadi salah satu mata pencaharian penduduk
desa di sekitar Gunung Kemukus.
Para pelaku ritual yang datang ke Gunung Kemukus biasanya
ramai pada waktu malam Jumat Pon, dikarenakan pada malam itu adalah malam
pasaran Gunung Kemukus.
Obyek wisata religi yang menjadi andalan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sragen ini memang penuh kontroversi dan dilematis. Di satu sisi
menjadi aset pemasukan bagi pemerintah daerah dan warga desa sekitar yang
mengandalkan hasil dari obyek wisata Gunung Kemukus. Namun di sisi yang lain
Gunung Kemukus menjadi ajang prostitusi.
Tahun 70an, prostitusi di Gunung Kemukus memang tak semarak
era 90an. Seiring dengan banyaknya para peziarah yang datang menjalani laku
ritual Gunung Kemukus, lambat laun berbagai aktifitas di sekitar Gunung Kemukus
semakin komplek. Kawasan perbukitan yang dulunya sepi, jauh dari
aktifitas penduduk desa, sekarang mulai ramai dan marak dikunjungi para pelaku
ritual. Sampai pada tahun 90an, keberadaan Gunung Kemukus semakin hari semakin
bertambah ramai.
Para perempuan yang semula menjual diri dengan cara kasak
kusuk, di era tahun 90an mereka sudah mulai berani terang terangan. Bahkan para
mucikari mulai menampung mereka di warung warung yang di jadikan sebagai tempat
penampungan di Gunung Kemukus.
Kawasan Gunung Kemukus yang semula sepi, mulai berubah
menjadi perkampungan milik warga dan pendatang. Banyak pendatang yang
mulai mengontrak tanah dan rumah untuk kegiatan hiburan malam dan prostitusi.
Merebaknya prostitusi di Gunung Kemukus di picu adanya kepercayaan ritual
perselingkuhan atau hubungan seks yang harus mereka lakukan setiap kali
menjalani ritual di Gunung Kemukus. Hal ini di lakukan agar mereka ( para
pelaku ritual ) bisa mendapatkan kesuksesan dan kekayaan.
Kepercayaan seperti itu akhirnya menjadi salah satu fakor
merebaknya prostitusi di Gunung Kemukus. Di awali dari pasangan selingkuh
dengan melakukan hubungan intim di Gunung Kemukus, akhirnya para pelaku ritual
yang tak memliki pasangan selingkuh memakai jasa para wanita tuna susila untuk
diajak berhubungan intim, agar bisa mendapatkan kekayaan.
Tak jarang ada juga perempuan yang mengaku warga sekitar mau
di ajak kencan oleh para pelaku ritual, demi harapan kerberhasilan
mendapatkan kekayaan. Karena jika berhasil, para pelaku ritual tidak akan
mungkin melupakan jasa peerempuan ini. Perselingkuhan dengan cara melakukan
hubungan intim di Gunung Kemukus, akhirnya membuat banyak wanita dari daerah
lain datang dan menetap di Gunung Kemukus.
Rumah warga yang semula berfungsi sebagai rumah tangga
biasa, banyak yang di sewa di alihkan fungsikan menjadi rumah bordil,
kafe dan rumah inap. Bahkan beberapa rumah di jadikan tempat untuk pub dan
karaoke. Obyek wisata yang semula sakral dan religi mulai berubah menjadi
komplek prostitusi, seiring dengan merebaknya mitos hubungan intim dengan
selingkuhan di Gunung Kemukus bisa mendatangkan kekayaan.
Ritual yang semula dipakai sebagai upaya untuk ngalap berkah,
memohon berkah kemurahan rejeki kepada Tuhan, akhirnya berubah menjadi tempat
untuk berburu kekayaan dengan cara selingkuh dan berhubungan intim.
Sampai akhirnya, Pemerintah Kabupaten Sragen menyapu bersih
prostitusi di Gunung Kemukus.
Adanya ritual hubungan intim dengan selingkuhan bukan tanpa
alasan, karena mitos perjalanan hidup Pangeran Samudro dengan Nyai Ontrowulan
di beberapa versi cerita tak lepas dari kontroversi cerita perselingkuhan.
Berasal dari mitos inilah akhirnya menjadi sebuah cara ritual yang dipercaya
bisa mendatangkan kekayaan. Karena bagi para pelaku ritual, tak sedikit orang
orang yang berhasil memperoleh kekayaan usai mereka melakukan ritual
hubungan intim dengan perselingkuhan di Gunung Kemukus selama tujuh kali malam
Jumat. Puncaknya, jika kesuksesan duniawi sudah mereka peroleh, maka salah satu
pasangan yang sukses tidak boleh melupakan pasanganya.
Dalam beberapa versi cerita dikisahkan, Joko Samudro atau
yang lebih di kenal dengan nama Pangeran Samudro adalah salah seorang putra
Prabu Brawijaya V, yang lahir dari ibu selir bernama R.A.Ontrowulan, atau yang
kerap dipanggil Nyai Ontrowulan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Nyai
Ontrowulan sebenarnya ibu tiri Pangeran Samudro, yang kemudian keduanya jatuh
cinta.
Dikisahkan, pada saat kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran
Samudro tidak ikut melarikan diri bersama dengan saudara-saudaranya. Pangeran
Samudro memilih pergi ke Demak dan belajar ilmu agama kepada Sunan Kalijaga.
Beberapa lama berguru dengan Sunan Kalijaga, Pangeran Samudro kemudian di
suruh oleh Sunan Kalijaga pergi berguru kepada Kiai Ageng Gugur dilereng
Gunung Lawu, tepatnya berada di daerah Jumantono.
Di desa yang sekarang bernama Desa Pandan Gugur, Pangeran
Samudro menimba ilmu agama dan filsafat kepada Ki Ageng Gugur, guru yang tak
lain adalah kakaknya sendiri. Setelah beberapa tahun berguru kepada Ki Ageng
Gugur, Pangeran Samudro kemudian kembali pulang ke Demak Bintara. Dalam
perjalanan pulang ke Demak Bintara, Pangeran Samudro didampingi oleh dua
orang abdi setia sembari menyebarkan siar di setiap tempat yang disinggahinya.
Namun saat berada dalam perjalanan, Pangeran Samudro
jatuh sakit sampai akhirnya meninggal dunia. Dua orang abdi Pangeran Samudo
lalu menyampaikan kabar berita duka ke Kerajaan Demak. Mendengar berita
kematian saudaranya, Sultan Demak Bintoro lantas menyuruh kedua orang abdi
tersebut menguburkan jasad Pangeran Samudro di tempat beliau wafat.
Oleh kedua orang abdinya, Pangeran Samudro kemudian di
makamkan di sebuah bukit yang selalu tampak kabut hitam pada saat musim kemarau
dan penghujan datang. Kabut yang menyerupai bentuk kukusan itu, akhirnya
menjadi nama bukit yang kemudian di sebut dengan nama Gunung Kemukus
Mendengar kabar kematian putranya, Nyai Ontrowulan
kemudian memutuskan untuk pergi melihat makam Pangeran Samudro. Setibanya di
makam, Nyai Ontrowulan merebahkan diri dan memperoleh petunjuk ghaib. Dalam
petunjuk ghaib tersebut, Pangeran Samudro berpesan’ Kalau ingin bertemu
dengannya, Nyai Ontrowulan di haruskan lebih dahulu mensucikan diri di sendang
yang tak jauh dari Gunung Kemukus.
Usai mensucikan diri di sendang, Nyai Ontrowulan mengurai
dan mengibaskan rambutnya. Dari kibasan rambut Ontrowulan berjatuhan bunga
bunga penghias rambut. yang kemudian tumbuh menjadi pohon Nagasari.
Usai menyucikan diri di sendang, Ontrowulan kemudian
muksa jiwa dan raganya. Sedangkan Sendang yang pernah di pakai untuk sesuci,
sekarang di kenal dengan nama Sendang Ontrowulan.
Di versi yang lain juga di kisahkan, runtuhnya kerajaan
Majapahit pada tahun 1478 di gantikan kerajaan Demak yang dipimpin oleh
Raden Patah. Konon di ceritakan Raden Patah mempunyai putra bernama Pangeran
Samudro yang berperilaku kurang terhormat, karena jatuh cinta kepada ibunya
sendiri, R.A.Ontrowulan.
Namun cinta Pangeran Samudro rupanya juga diterima
oleh ibunya. Ketika Raden Patah mengetahui hubungan ibu dan anak tersebut,
Pangeran Samudro dicari dan diburu sampai di Gunung Kemukus. Sementara itu,
Ontrowulan yang terlanjur jatuh cinta kepada anaknya, nekad meninggalkan
Demak untuk mencari anaknya.
Pencarian Ontrowulan akhirnya di pertemukan dengan Pangeran
Samudro, lalu terjadilah suatu pertemuan yang menyedihkan. Keduanya melakukan
hubungan intim yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang ibu dan
anak..
Sementara itu, kisah perburuan Pangeran Samudro terus
berlanjut oleh para prajurit Demak. Sampai akhirnya keberadaan mereka berdua di
ketahui di Gunung Kemukus dan berhasil di bunuh oleh prajurit Demak..
Tetapi pada detik detik terakhir sebelum menghembuskan nafas terakhirnya
Pangeran Samudro berucap ,
“Bagi siapa saja yang mempunyai
keinginan atau cita-cita, untuk mendapatkannya harus dengan sungguh-sungguh,
mantap, teguh pendirian, dan dengan hati yang suci. Jangan tergoda oleh
apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan. Dekatkan dengan
apa yang menjadi kesenangannya, seperti akan mengunjungi idamanya ( Dhemenane,
Pacar gelap; selingkuhan )”.
Di versi yang lainnya lagi juga diceritakan, Pangeran
Samudro adalah putra tertua istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan
Majapahit. Setelah menginjak dewasa, Pangeran Samudro di suruh pergi ke dunia
luar untuk mengumpulkan berbagai pengalaman yang kelak akan ia pergunakan di
kehidupan nantinya. Beberapa tahun berada di dunia luar, Pangeran Samudro
kemudian kembali ke istana dan ia jatuh cinta kepada salah seorang selir
ayahnya yang bernama R.A. Ontrowulan.
Karena ketampananya, cinta Pangeran Samudro kemudian
diterima. Ketika mengetahui anaknya mencintai selirnya, Prabu Brawijaya sangat
marah dan mengusir Pangeran Samudro beserta Ontrowulan keluar dari keraton.
Keduanya lantas menetap di Gunung Kemukus sebagai suami-istri yang bahagia.
Tak jauh dari puncak Gunung Kemukus, terdapat sebuah sendang
yang sangat disukai oleh R.A. Ontrowulan. Di sendang itu pula Ontrowulan
seringkali menghabiskan waktunya duduk bermeditasi sepanjang hari. Menurut
cerita, konon sendang tersebut dibuat dengan cara menancapkan sebatang tongkat
ke dalam tanah. Sedangkan pohon-pohon besar yang menjadi hutan lebat di sekeling
sendang, diyakini oleh penduduk desa berasal dari bunga-bunga pengikat rambut
R.A.Ontrowulan.
Kian hari kebahagian mereka terus berjalan, sampai pada
suatu ketika Ontrowulan ingin pergi bertapa di sebuah tempat yang jauh untuk
waktu yang lama, Pangeran Samudro yang kesepian di tinggal Ontrowulan, lantas
jatuh sakit dan meninggal dunia. Oleh penduduk desa, jenazahnya kemudian
dimandikan di sendang dan dimakamkan .
Ketika kembali dari bertapa, Ontrowulan lebih dulu mampir
mandi di Sendang kemudian pergi ke puncak Gunung Kemukus menemui suaminya.
Namun alangkah kagetnya, saat mengetahui penduduk desa baru saja menguburkan
jasad suaminya.. Perasaan sedih menusuk hatinya, sampai akhirnya Ontrowulun
turut menyusul suaminya.
Beberapa tahun sejak kepergianya, Pangeran Samudro
menampakkan diri secara ghaib dalam penglihatan tokoh tetua adat desa. Saat itu
Pangeran Samodra berpesan pada tetua desa, bahwa ia akan memenuhi
keinginan setiap orang yang datang ziarah ke makamnya dengan membawa bunga,
namun dengan syarat bahwa orang itu harus memiliki pasangan.
Konon dari mitos ini para pelaku ritual mempercayai,
jika mereka datang dengan pasangan menjalani ritual di makam Pangeran Samodra,
maka keberhasilan akan cepat di capai. Makna pasangan di artikan selingkuhan
bagi para pelaku ritual yang belum memiliki pasangan maupun yang sudah memiliki
pasangan. Sedangkan mendekatkan diri pada kesenangan yang di tuju, di tafsirkan
sebagai tujuan perselingkuhan, tak lain hanyalah untuk hubungan intim.
Mitos ini semakin lama semakin berkembang dan men-tradisi
dikalangan para pelaku ritual. Karena di dukung dengan banyaknya para pelaku
ritul yang berhasil sukses memiliki kekayaan usai mereka menjalani laku ritual
dengan pasangan selingkuh. Oleh karena itu tak dipungkiri, di era tahun 70an
banyak pelaku ritual yang melakukan hubungan intim di sekitar makam, usai
mereka menjalani ritual di Gunung Kemukus.
Namun seiring dengan merebaknya aktifitas di sekitar makam,
dan semakin banyaknya tempat yang bisa di sewa untuk melakukan hubungan intim,
makin lama Gunung Kemukus berubah menjadi prostitusi berbalut wisata religi. .
‘Kondisi seperti itu sekarang sudah mulai berubah, sejak
segala kegiatan prostitusi yang ada Gunung Kemukus di tutup secara resmi oleh
aparat pada akhir tahun 2014’ Ujar Warti, salah seorang pemilik rumah di
sekitar makam.
‘Secara tegas Pemerintah Kabupaten Sragen melarang aktifitas
dan kegiatan Prostitusi di Gunung Kemukus’ Tambahnya
Tak dipungkiri, sampai saat ini keyakinan ritual dengan
selingkuhan bisa mendatangkan kekayaan di Gunung Kemukus memang sudah
mentradisi di kalangan para pelaku ritual. Bahkan penduduk sekitar menganggap
hal tersebut adalah sesuatu hal yang biasa, karena mitos yang melekat di Gunung
Kemukus
Padahal jika di cermati lebih jauh makna ucapan Pangeran
Samodra sebelum beliau meninggal bisa di artikan, bahwa untuk mendapatkan
sebuah keinginan, seseorang harus teguh dan sungguh sungguh melakukannya,
mantab, tidak goyah dan tergoda oleh segala godaan, harus konsentrasi kepada
sesuatu yang dituju agar bisa mendapatkanya. Dekatkan dengan yang menjadi
kesenangan, bahwa segala daya upaya tersebut haruslah sesuatu yang dekat dengan
apa yang di harapkan, perbanyak doa dan permohonan kepada Tuhan, agar
memudahkan meraih keinginan..
Tabir.com-Konon, di Kembang Lampir Ki Ageng Pemanahan mendapatkan bisikan wahyu keraton. Menurut para sesepuh, Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan,
terletak di Dusun Mendhak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta.
Saat mengunjungi
petilasan tersebut, suasana sunyi dan sejuk di antara rerimbunan pepohonan.
Beberapa kali terdengar suara burung. Ada tiga bangunan di dalam petilasan
tersebut. Bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka Wuwung Gubug Mataram
dan Songsong Ageng Tunggul Naga serta dua Bangsal Prabayeksa di kanan dan di
kiri. Untuk bangunan utama berbentuk limasan.
Pertapaan Kembang lampir
Para pengunjung pada
hari ini tidak boleh masuk. Sebab, pengunjung hanya bisa memasuki petilasan
setiap Senin 08.00 - 16.00 WIB dan Kamis 07.00-17.00 WIB. Selain itu ada
beberapa persyaratan lainnya yakni tidak boleh menggunakan sepatu, tidak boleh
mengambil gambar dan tidak boleh mengunakan pakaian warna ungu terong atau
hijau lumut.
Dari luar terdapat
tangga permanen untuk masuk dan di pintu masuk kanan kirinya terdapat lambang
Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Dari informasi yang dihimpun, Kembang Lampir
merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu Karaton Mataram. Ki
Ageng Pemanahan adalah keturunan Brawijaya V dari kerajaan majapahit.
Pertapaan Kembang Lampir
Dalam pertapaannya itu
akhirnya ia mendapat petunjuk dari Sunan Kalijaga wahyu karaton berada di Dusun
Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Lalu, ia diperintahkan oleh
Sunan Kalijaga untuk pegi ke sana, dan terjadi persaingan antara Ki Ageng
Giring dan Ki Ageng Pemanahan memperebutkan wahyu Keraton Mataram, yang
disimbolkan dalam bentuk degan (kelapa muda).
Barang siapa meminum
air degan itu sampai habis, maka anak keturunannya akan menjadi raja Tanah
Jawa. Akhirnya Ki Ageng Pemanahan yang memperoleh wahyu tersebut dan anak
turunnya menjadi Raja Mataram. Dalam perkembangannya, terjadi perjanjian Ki
Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Yang dalam Sabda Raja kemarin
diberitahukan Sultan Hamengku Buwono X sudah selesai.
Menurut Juru Kunci
Kembang Lampir, Purwanto, petilasan tersebut dibangun pada 1977 oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Berupa pembangunan gedung dan benteng di sekitar lokasi.
"Ini dibangun sekitar tahun 1977," katanya,
Pertapaan Kembang Lampir
Ia mengatakan
petilasan tersebut pada waktu tertentu dikunjungi oleh keluarga Keraton
Yogyakarta termasuk Ngarso Dalem. Namun dia enggan untuk berbicara lebih jauh
terkait waktunya. "Tidak mesti mas, dan waktunya tidak tentu. Memang
setiap malam 1 Syuro banyak warga yang berkunjung ke sini," ucapnya.
Purwanto mengaku tidak
bisa menjelaskan lebih jauh terkait sejarah petilasan Kembang lampir.
"Tidak tahu, saya baru 20 tahun menjadi juru kunci dan tidak
tahu,"katanya.
Memang hari ini
suasana di petilasan yang terletak di tengah hutan ini cukup sepi, hanya ada
beberapa warga yang beraktivitas di ladang sekitar petilasan.
Anda Ingin Segera Sembuh Dari Penyakit? Segera Kunjungi Klinik Kami: Penyembuhan dan Pengobatan Dengan Menggunakan Ramuan Herbal Yang Sudah Diakui Khasiatnya Oleh Para Pakar dan Ahli Kesehatan Dunia.
RB.Wahyu Wibowo.SE.Msi.Ak.CA.CPAi
Spesialis: Strok, Diabetes, Kanker/Tumor, Darah Tinggi/Rendah, Syaraf (Badan Mati Separo), Maag, Ambeient, Asam Urat, Asma (TBC), Lemah Syahwat,Lama Tidak Punya Keturunan, Ruqyah (Ruwatan Islami)
Komplk: Lamigas Blok A No. 18 Meruyung, Limo – Depok
HP: 081586699981 – 081219630711
CV. PROTECH SERVICE INDONESIA
Selamat Datang di Website CV. Protech Service Indonesia. Kami merupakan perusahaan yang berdiri sejak 2007 bergerak dalam industri Gasket, Alat Mekanik Lainnya, Hidrolik, Bengkel Kapal, Spring mounting Anti vibrasi, restaurant kitchen hotel cathering, Mesin pengasapan Nyamuk, Safety Product, Hydraulic Tools, Hand Cleaner, Pneumatics, roda troli, Gasketing sealing compound anti seize bonding, Cold Galvanish Compound , Screen Wiremesh, Repair Bolt Thread, Mata bor reamer, Selang, Tube Fitting tubing valve, otomotif, isolasi panas. Kami berada di Jl. Meruya selatan DPR I no.17A , kembangan . ( dekat JORR W2 meruya selatan) Jakarta Barat . email : protechserviceindonesia@gmail.com ...... Temukan berbagai produk terbaik kami (Bonpet Inno autimatic, spring mounting, permatex loctite, minifogger mesin, roda trolley castor, wiremesh screen) dengan kualitas dan harga jual terbaik yang bisa Anda dapatkan. Segera Temukan Kebutuhan Anda di www.protechserviceindonesia.com
Ki Cokro Santri Tunggal:
Mengatasi Berbagai Macam Masalah
KI COKRO ST,MASTER OF GENDAM:Mengatasi Berbagai Macam Problem Permasalahan Anda langsung Tuntas Tidak Ada Istilah gagal, Sudah Terbukti. Masalah: Pelet, Bisnis, Pelarisan, Kekebalan, Pengisihan Tenaga dalam, Ruwatan, Silat dll.
Kami Perusahaan jasa khusus pengadaan Bunga Api dan Special Efek berdiri sejak 1988, dengan pengalaman 20 tahun dalam melaksanakan pertunjukkan Bunga Api.Kami yang pertama dan terbaik di Indonesia
Kami, menggunakan Bunga Api Impor dengan kualitas terbaik Kelas Dunia yang dapat digunakan dalam rangka menunjang Kegiatan-kegiatan di dalam gedung maupun di luar gedung, khususnya acara malam Pergantian Tahun , Wedding Party, Ulang Tahun Perusahaan, Festival dll, dengan lebih aman dan spectakuler: