Kamis, 28 April 2016

Menyambangi Kawah Gunung Pancar

 
Air Hangat Gunung pancar

Tabir.com. Air Panas Kawah Hitam Gunung Pancar ternyata letaknya tidak seberapa jauh dari Kawah Merah Gunung Pancar, dan kami tempuh dengan berjalan kaki melewati jalan setapak, diantar oleh bapak penjaga air panas Kawah Merah. 





Sambil berjalan, si bapak yang namanya tak saya temukan di catatan, bercerita tentang tanah di kawasan Air Panas Kawah Merah Gunung Pancar yang sudah banyak dibeli oleh orang kota. Sebagian dibeli oleh seorang penyanyi balada wanita yang telah saya sebutkan pada tulisan sebelumnya, dan sebagian lagi oleh kawan-kawan yang dibawanya ke tempat ini.
Tanah desa, apalagi di pegunungan seperti ini, memang selalu menggiurkan orang kota sebagai investasi jangka panjang menguntungkan, dan tempat mengasingkan diri dari kebisingan, polusi, dan kemacetan kota.
Setelah berjalan kaki selama beberapa menit saja, akhirnya kami melompat turun dan menjejak jalanan lebar yang bisa dilalui kendaraan roda empat. Jalan itu merupakan akses ke Giri Tirta, villa dan pemandian air panas untuk kelas menengah atas di area Gunung Pancar ini.

Kami melewati sekumpulan anak-anak kecil. Hanya ada seorang bocah laki dan sisanya perempuan semua. Sebagian besar anak-anak itu tengah merubung rapat sesuatu yang dipegang salah satu anak. Sementara seorang gadis remaja tengah duduk di atas tembok batu menemani sepasang anak kecil. Tempat ini merupakan bagian dari Giri Tirta, sehingga tampak dibuat dengan cukup baik.
Mendekat lebih dekat ke gerombalan anak-anak perempuan itu, ternyata mereka tengah melihat smart-phone yang memutar video artis kegemaran mereka. Rubungan itu disengaja agar layar smart-phone lebih gelap dan mereka bisa melihat tayangan lebih jelas. Demikian asiknya, tak mereka hirau pertanyaan saya tentang apa yang tengah mereka tonton itu.
Di bawah gerombolan anak-anak kecil itu terdapat sebuah gazebo dengan kolam rendam di depannya. Tak ada air panas di sana. Mungkin hanya diisi ketika ada tamu yang menyewa cottage di dekatnya. 

Kondisi gazebo terlihat agak kurang terawat dan terlihat sudah lama tak digunakan. Jauh di belakang anak-anak itu juga terlihat atap beberapa buah cottage yang berada di dalam kompleks Giri Tirta. Kompleks ini tampaknya menempati area lahan yang sangat luas.
Penginapan di Gunung Pancar 
Sebuah cottage lagi kami lewati dalam perjalanan kaki menuju Kawah Hitam Gunung Pancar. Pondok ini terlihat sudah mulai menua dan memerlukan perawatan. Si bapak menuturkan bahwa beberapa waktu belakangan ini memang terlihat penurunan tingkat hunian di resort ini. Tidak seramai ketika baru beberapa bulan dibuka. Hanya beberapa cottage yang masih sering disewa di dekat bagian utama kompleks.
Tak mudah memang untuk mengelola tempat seperti ini, apalagi jika pemiliknya tidak punya waktu cukup untuk mengawasinya. Pengawasan kendur akan berdampak pada penurunan perawatan fasilitas dan mutu pelayanan, yang lambat laun berpengaruh pada kepuasan dan kedatangan pelanggan. Belum lagi jika pelaporan tamu menginap bisa digelapkan oleh karyawannya.
Ada lagi sebuah pendopo yang di bawahnya terdapat beberapa buah kamar rendam pribadi, yang meskipun dirancang dengan baik dan romantis, namun terlihat sudah lama terlantar dan tidak digunakan lagi. Sayang sekali.
Lokasinya yang tak begitu jauh dari Sentul City mestinya bisa memasok tamu menengah ke atas yang cukup untuk menghidupi resort ini. Apalagi ada sumber air panas, dan panorama pegunungan menghijau yang elok.

Mengayun kaki beberapa puluh langkah lagi, sampailah kami di tempat yang disebut sebagai Kawah Hitam Gunung Pancar itu.
Nama Kawah Hitam Gunung Pancar rupanya mengacu pada jala-jala hitam yang menutup lubang kawah yang sama sekali tidak terlihat airnya, seperti terlihat pada foto di awal tulisan. Lubang kawah yang bisa dilihat dari sela-sela jala memang gelap, hitam.
Kawah Hitam Gunung Pancar ini sepertinya memasok air panas yang berada di kompleks Giri Tirta. Jika melihat kedekatannya dengan Kawah Merah, Air Panas Kawah Hitam juga mengandung belerang, meskipun saya tidak mencium bau belerang menyengat di sekitar kawah.
Lubang Kawah Hitam Gunung Pancar satu lagi yang berada di bawah gerumbul pohon bambu, dengan ukuran lubang yang tampak jauh lebih lebar. Setidaknya jala penutupnya terlihat jauh lebih besar dibandingkan lubang yang pertama.
Pepohonan yang Asri Sepanjang Jalan Gunung Pancar 
Lubang di bawah jala juga terlihat gelap hitam, dan tak pula tercium bau belerang. Selain untuk menutup lindungi kawah dari daun-daun kering yang berguguran, jala-jala itu tampaknya juga dimaksudkan sebagai pengaman.
Tak ada yang bisa dilihat lagi, kami pun berjalan kaki kembali menuju ke Kawah Merah Gunung Pancar, namun menggunakan jalur berbeda. Jalur jalan desa yang sedikit memutar.

Wied di depan gerbang sederhana Kawah Hitam Gunung Pancar yang baru kami lihat dalam perjalanan pulang. Dua papan yang ditancapkan pada pohon berisi tulisan yang sama: “Pemandian Kawah Hitam”.
Sembari berjalan si bapak bertanya maksud kedatangan saya. Rupanya ia berpikir bahwa saya ingin membeli tanah di sana. Meskipun saya katakan tidak, namun ia tetap menawarkan jasanya jika suatu ketika saya berminat membeli tanah di desa ini, sembari memberi nasihat agar saya tidak salah memilih orang, lantaran sudah banyak orang kota yang tertipu. Uangnya raib, tanah tak dapat. Begitulah, rupanya memang tidak ada investasi menguntungkan tanpa resiko.


https://www.youtube.com/channel/UCts5Ua5IehgoRev-E6-zh1A ( KI COKRO ST )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar